Biografi Singkat
Imam Ali Bin Abi Thalib salah satu tokoh dunia, lahir di Mekkah diperkirakan sekitar tahun 599 masehi. Sahabat dekat nabi, menantu Rasullulah, juga family Rasul dalam garis keturunan Abd al-Muthalib. Ali juga satu dari 4 khulafa al-Rasyidin (Abu Bakar, Umar, Utsman, dan Ali) yang berperan sebagai pembela nabi, penyebar ajaran Islam dan khalifah Islamiyah sepeninggal Rasululah saw.
Ali bin Abi Thalib bernama asli Haydar bin Abu Thalib, putra dari paman Nabi Muhammad saw. Ibunya
bernama Fatimah binti Asad, sedangkan Asad anak dari Hasyim. Fathimah binti Asad melahirkan Ali (mulanya dinamai dengan Haidarah) di Ka'bah, pada dua puluh satu tahun sebelum hijrah. Ada yang mengatakan, pada tahun ke tiga puluh dua dari kelahiran Rasulullah saw. Ali dalah anak bungsu dari kedua orang tuanya, selain Ja'far, Uqail dan Thalib. Saat Abu Thalib mengalamai krisis ekonomi karena kekeringan yang melanda, seperti yang dialami oleh orang-orang Quraisy, Rasulullah saw menyarankan kepada kedua pamannya: Hamzah dan Abbas untuk turut membantu meringankan beban saudaranya, Abu Thalib, dengan menanggung biaya hidup anaknya. Maka keduanya pun memenuhi permintaan tersebut. Mengetahui hal itu, Abu Thalib berkata kepada kedua saudaranya tersebut,: "Ambillah siapa yang kalian ingini, namun tinggalkanlah Uqail, untuk tetap aku didik." Uqail adalah anak yang paling disayangi oleh Abu Thalib. Maka Abbas mengambil Thalib, Hamzah mengambil Ja'far dan Rasulullah saw mengambil Ali KW.
Ketika kecil, Ali dikenal dengan nama lain, yakni Haydar, yang berarti Singa. Nama ini adalah sebuah cita-cita yang diingin Abu Thalib kelak Imam Ali akan menjadi petarung sejati di kalangan suku-suku Quraisy. Dikemudian hari Ali memang tumbuh menjadi petarung sejati, tokoh yang disegani suku Quraisy dan panglima perang yang tak kenal rasa takut. Beliau dedikasikan seluruh jiwa, raga dan hidupnya untuk membela, mengembangkan ajaran Islam yang dibawa Rasullulah Muhammad saw. Nama Ali adalah pemberian Nabi SAW yang berarti tinggi derajatnya di sisi Allah SWT.
Ali kemudian dijadikan anak angkat Nabi saw karena pernikahan beliau dengan Siti Khadijah tidak dikaruniai anak laki-laki sekaligus sebagai wujud pengabdian Nabi saw. kepada pamannya Abu Thalib yang juga pernah mengasuhnya waktu kecil. Konsistensi dan totalitas Ali dalam mendukung dakwah nabi terlihat dari sikapnya sebagai orang yang pertama kali mempercayai wahyu-wahyu Allah yang diturunkan kepada Nabi saw. Saat itu usia Ali baru sekitar 10 tahun. Sikap seperti ini sungguh sulit pada masa itu mengingat sudut pandang, pemikiran, dan pengetahuan suku Quraisy yang masih dalam masa kegelapan (jahiliyah). Sikap yang diambil Ali juga bukan tanpa resiko. Cercaan, hinaan bahkan ancaman nyawa selalu mengintai.
Sisi Kesastrawanan Imam Ali
Imam Ali Bin Abi Thalib salah satu tokoh dunia, lahir di Mekkah diperkirakan sekitar tahun 599 masehi. Sahabat dekat nabi, menantu Rasullulah, juga family Rasul dalam garis keturunan Abd al-Muthalib. Ali juga satu dari 4 khulafa al-Rasyidin (Abu Bakar, Umar, Utsman, dan Ali) yang berperan sebagai pembela nabi, penyebar ajaran Islam dan khalifah Islamiyah sepeninggal Rasululah saw.
Ali bin Abi Thalib bernama asli Haydar bin Abu Thalib, putra dari paman Nabi Muhammad saw. Ibunya
bernama Fatimah binti Asad, sedangkan Asad anak dari Hasyim. Fathimah binti Asad melahirkan Ali (mulanya dinamai dengan Haidarah) di Ka'bah, pada dua puluh satu tahun sebelum hijrah. Ada yang mengatakan, pada tahun ke tiga puluh dua dari kelahiran Rasulullah saw. Ali dalah anak bungsu dari kedua orang tuanya, selain Ja'far, Uqail dan Thalib. Saat Abu Thalib mengalamai krisis ekonomi karena kekeringan yang melanda, seperti yang dialami oleh orang-orang Quraisy, Rasulullah saw menyarankan kepada kedua pamannya: Hamzah dan Abbas untuk turut membantu meringankan beban saudaranya, Abu Thalib, dengan menanggung biaya hidup anaknya. Maka keduanya pun memenuhi permintaan tersebut. Mengetahui hal itu, Abu Thalib berkata kepada kedua saudaranya tersebut,: "Ambillah siapa yang kalian ingini, namun tinggalkanlah Uqail, untuk tetap aku didik." Uqail adalah anak yang paling disayangi oleh Abu Thalib. Maka Abbas mengambil Thalib, Hamzah mengambil Ja'far dan Rasulullah saw mengambil Ali KW.
Ketika kecil, Ali dikenal dengan nama lain, yakni Haydar, yang berarti Singa. Nama ini adalah sebuah cita-cita yang diingin Abu Thalib kelak Imam Ali akan menjadi petarung sejati di kalangan suku-suku Quraisy. Dikemudian hari Ali memang tumbuh menjadi petarung sejati, tokoh yang disegani suku Quraisy dan panglima perang yang tak kenal rasa takut. Beliau dedikasikan seluruh jiwa, raga dan hidupnya untuk membela, mengembangkan ajaran Islam yang dibawa Rasullulah Muhammad saw. Nama Ali adalah pemberian Nabi SAW yang berarti tinggi derajatnya di sisi Allah SWT.
Ali kemudian dijadikan anak angkat Nabi saw karena pernikahan beliau dengan Siti Khadijah tidak dikaruniai anak laki-laki sekaligus sebagai wujud pengabdian Nabi saw. kepada pamannya Abu Thalib yang juga pernah mengasuhnya waktu kecil. Konsistensi dan totalitas Ali dalam mendukung dakwah nabi terlihat dari sikapnya sebagai orang yang pertama kali mempercayai wahyu-wahyu Allah yang diturunkan kepada Nabi saw. Saat itu usia Ali baru sekitar 10 tahun. Sikap seperti ini sungguh sulit pada masa itu mengingat sudut pandang, pemikiran, dan pengetahuan suku Quraisy yang masih dalam masa kegelapan (jahiliyah). Sikap yang diambil Ali juga bukan tanpa resiko. Cercaan, hinaan bahkan ancaman nyawa selalu mengintai.
Sisi Kesastrawanan Imam Ali
Sebagaimana pemuda Arab terdidik lainnya, Ali bin Abi Thalib memiliki berbagai kompetensi yang menjadikannya sebagai pemuda Arab unggul, yakni 1) memiliki kemampuan bertarung dan berperang, 2) memiliki kemampuan untuk bersyair (bersastra), dan 3) memiliki kemampuan untuk bertani atau berdagang, 4) memiliki leadership (kepemimpinan) dan diplomasi. Keempat kompetensi ini dimiliki oleh Imam Ali, yang membuatnya memiliki peran dan posisi signifikan dalam kehidupan masyarakat Arab di Mekkah dan Madinah, terutama masa penyebaran dan pengembangan Islam.
Berbagai kompetensi Ali ini terbukti dalam berbagai momen. Seperti diriwayatkan, ia tumbuh menjadi anak yang cepat matang. Di wajahnya tampak jelas kematangannya, yang juga menunjukkan kekuatan, dan ketegasan. Saat ia menginjak usia pemuda, ia segera berperan penuh dalam dakwah Islam, tidak seperti yang dilakukan oleh pemuda seusianya. Contoh yang paling jelas adalah keikhlasannya untuk menjadi tameng Rasulullah Saw saat beliau hijrah, dengan menempati tempat tidur beliau. Ia juga terlibat dalam peperangan yang hebat, seperti dalam perang al-Ahzab, dia pula yang telah menembus benteng Khaibar. Sehingga dia dijuluki sebagai pahlawan Islam yang pertama.
Sebagai bagian dari kompetensi yang dimiliki Imam Ali adalah kemampuan retorikanya ketika menyampaikan khutbah, berdiplomasi, dan berpidato (khitabah). Berbagai kesaksian sahabat menunjukkan bahwa kemampuan Ali dalam berpidato dapat mempengaruhi atau menyihir orang. Rangkaian kata-katanya "nyastra" atau memiliki struktur bahasa yang indah dan ritmis serta memiliki isi yang singkat, padat, logis, dan baligh (sampai pada intinya). Selain karena lingkungan Arab yang menyenangi syair (sastra) dan menjadikan kemampuan bersastra sebagai kompetensi unggul, sisi kesastrawanan Ali bin Abi Thalib terbentuk secara matang karena pengaruh sisi sastrawi al-Qur'an dan al-hadits.
Ia terkenal kefasihannya. Sehingga ucapan-ucapannya mengandung nilai-nilai sastra Arab yang jernih dan tinggi. Baik dalam menciptakan peribahasa maupun hikmah. Ia juga mengutip dari redaksi Al Quran, dan hadits Rasulullah Saw, sehingga menambah benderang dan semerbak kata-katanya. Yang membuat dirinya berada di puncak kefasihan bahasa dan sastra Arab. SebagaiImam Ali bin Abi Thalib juga memberikan perhatian yang besar tentang doa dan munajat. Tentunya, setelah Al-Quran membuka masalah ini dengan berbicara kepada Rasulullah saw. Allah swt. Berfirman: “Katakanlah, Tuhanku tidak akan mengindahkan kalian bila tidak karena doa yang kalian panjatkan”. Ali bin Abi Thalib menjelaskan arti-penting doa lewat teks-teks yang diriwayatkan darinya, di samping perilaku beliau sendiri. Ali bin Abi Thalib berkata: “Doa adalah senjata para wali Allah”. Doa dan munajat dari Imam Ali bin Abi Thalib ini dikumpulkan dalam Nahj al-Balaghah.
Berbagai kompetensi Ali ini terbukti dalam berbagai momen. Seperti diriwayatkan, ia tumbuh menjadi anak yang cepat matang. Di wajahnya tampak jelas kematangannya, yang juga menunjukkan kekuatan, dan ketegasan. Saat ia menginjak usia pemuda, ia segera berperan penuh dalam dakwah Islam, tidak seperti yang dilakukan oleh pemuda seusianya. Contoh yang paling jelas adalah keikhlasannya untuk menjadi tameng Rasulullah Saw saat beliau hijrah, dengan menempati tempat tidur beliau. Ia juga terlibat dalam peperangan yang hebat, seperti dalam perang al-Ahzab, dia pula yang telah menembus benteng Khaibar. Sehingga dia dijuluki sebagai pahlawan Islam yang pertama.
Sebagai bagian dari kompetensi yang dimiliki Imam Ali adalah kemampuan retorikanya ketika menyampaikan khutbah, berdiplomasi, dan berpidato (khitabah). Berbagai kesaksian sahabat menunjukkan bahwa kemampuan Ali dalam berpidato dapat mempengaruhi atau menyihir orang. Rangkaian kata-katanya "nyastra" atau memiliki struktur bahasa yang indah dan ritmis serta memiliki isi yang singkat, padat, logis, dan baligh (sampai pada intinya). Selain karena lingkungan Arab yang menyenangi syair (sastra) dan menjadikan kemampuan bersastra sebagai kompetensi unggul, sisi kesastrawanan Ali bin Abi Thalib terbentuk secara matang karena pengaruh sisi sastrawi al-Qur'an dan al-hadits.
Ia terkenal kefasihannya. Sehingga ucapan-ucapannya mengandung nilai-nilai sastra Arab yang jernih dan tinggi. Baik dalam menciptakan peribahasa maupun hikmah. Ia juga mengutip dari redaksi Al Quran, dan hadits Rasulullah Saw, sehingga menambah benderang dan semerbak kata-katanya. Yang membuat dirinya berada di puncak kefasihan bahasa dan sastra Arab. SebagaiImam Ali bin Abi Thalib juga memberikan perhatian yang besar tentang doa dan munajat. Tentunya, setelah Al-Quran membuka masalah ini dengan berbicara kepada Rasulullah saw. Allah swt. Berfirman: “Katakanlah, Tuhanku tidak akan mengindahkan kalian bila tidak karena doa yang kalian panjatkan”. Ali bin Abi Thalib menjelaskan arti-penting doa lewat teks-teks yang diriwayatkan darinya, di samping perilaku beliau sendiri. Ali bin Abi Thalib berkata: “Doa adalah senjata para wali Allah”. Doa dan munajat dari Imam Ali bin Abi Thalib ini dikumpulkan dalam Nahj al-Balaghah.
Nahjul Balaghah dan
beberapa kitab lainnya yang ditulis untuk melestarikan khazanah
intelektual Ali bin Abi Thalib dapat dijumpai secara mudah. Bahkan
khazanah ini dikemas dalam bentuk sedemikian puitis tanpa merusak
kaidah-kaidah syair Arab. Keindahan dan keunggulan ini membuat orang
sadar akan nilai dan pribadi Ali bin Abi Thalib, dalam pidato, surat,
kata-kata mutiaranya, dan dalam puisi dan sastra Arab. Tidak berlebihan
bila dikatakan, sebagaimana penilaian para ahli sastra, bahwa sastra Ali
bin Abi Thalib a.s adalah sastra terbaik yang pernah dikenal oleh
sejarah dari sisi kaidah, kedalaman dan pesan-pesan yang dikandungnya.
Nahjul Balaghah sendiri
memuat doa-doa yang bernilai tinggi di berbagai bidang. Doa-doa Ali
a.s. dikumpulkan dalam sebuah kitab yang dikenal dengan nama Shahifah Alawiyah.
Di antara doa-doa pilihan adalah doa Kumail, doa Shabah dan munajat
Sya’baniyah. Berikut ini beberapa penggalan dari munajat puitis yang
diriwayatkan dari Ali bin Abi Thalib:
Segala puji atas-Mu, wahai pemilik derma, kebesaran dan keluhuran
Berkah-Mu sampai kepada siapa yang diinginkan atau tidak
Tuhanku, penciptaku, pelindungku dan harapan perlindunganku
Aku akan memohon kepada-Mu meski aku sulit atau senang
Tuhan!
Bila dosa-dosaku besar dan banyak
Ampunan-Mu lebih besar dan luas
Tuhan!
Andai kuikuti semua keinginanku
Kini aku di taman penyesalan mengapa kulakukan semua itu?
Tuhan!
Engkau melihat keadaanku, kefakiranku dan kebingunganku
Engkau mendengar munajatku sekalipun kupelankan suaraku
Tuhan!
Jangan Engkau putuskan harapan yang kutambatkan pada-Mu
Jangan biarkan putus asaku karena harapanku hanyalah Engkau
Tuhan!
Bbila Engkau putuskan harapanku dan mengusirku dari-Mu
Kepada siapa kuberharap dan kepada siapa kupinta syafaat
Tuhan!
Bebaskan aku dari azab-Mu karena sesungguhnya
Aku terpenjara dan rendah
Aku tundukdan takut kepada-Mu
Tuhan!
Bila Engkau menyiksaku selama ribuantahun
Aku tahu bahwa benang harapan dari-Mu tak akan terputus
Tuhanku!
Siapa yang akan memaafkan orang-orang yang mengikuti hawa nafsunya?
Tuhan!
Orang yang merindukan-Mu
Melewatkanmalam-malamnya tanpa tidur
Memohon dan bermunajat hingga pagi lupa melaksanakan salat subuh
Berikut
ini adalah beberapa contoh dari syair Ali bin Abi Thalib dalam beberapa
tema, tentunya setelah dapat dipastikan bahwa syair-syiar ini tercatat
dalam diwan(koleksium syair) yang dinisbatkan kepadanya. Ini
diperkuat oleh sebagian ahli sejarah yang memberikan kesaksian dan
mengutip bait-bait syairnya.
I
Ali bin Abi Thalib a.s. mengucapkan melantunkan syiar untuk mengenang kematian sang ayah tercinta:
Abu Thalib pelindung para penuntut lindungan
Bak hujan curah, bak cahaya di kegelapan
Kepergianmu tlah merusak rantai pelindung
Dari Allah Pemberi nikmatsalawat atasmu
Tuhanmu restui perbuatanmu
Paman terbaik bagi Musthafa
Al-Jahizh
Al-Baladzari menuturkan: “Ali bin Abi Thalib adalah sahabat Nabi yang
paling pandai dan fasih merangkai syair, orator yang tak tertandingi,
dan terutama dalam seni tulis. Ali pernah
melantunkan syair demikian:
Rasul menolong kami kalamereka berselisih dan bermusuhan
Kaum muslimin yang sadar kembali padanya
Kami arahkan mereka yang sesat demi hormai Rasul
Kala mereka belum melihat jalan dan petunjuk yang benar
Kala Rasul membawa hidayah, kami semua
Senantiasa menaati Allah, kebenaran dan takwa
Dalam Tadzkirah Al-Khawash, Sibth bin Al-Jauzi meriwayatkan bahwa Ali bin Abi Thalib a.s. bersyair:
Tamak akan dunia memaksa orang untuk mengaturnya
Bagimu kejernihan dunia telah dikeruhkan
Mereka tak temukan rezeki dunia dengan akal
Mereka temukan rezeki dengan takaran
Bahkan dengan kekuatan atau perang
Bak burung pemburu temukanrezeki burung gereja
Diriwayatkan dari Ali bin Abi Thalib a.s.:
Penyakitmu ada pada dirimu sendiri, sayang tak sadar
Obatnya pun dari dirimu sendiri, sayangtak tak peduli
Akankah kau anggap dirimu sebongkah kecil
Kala rahasia alam besar dalam dirimu
Salawat dan salam atasmu, wahai ayah Hasan dan Husein!
Wahai penghulu sastrawan!
Salam
atasmu pada hari kelahiran, hari keimanan, hari perjuangan, hari
kesabaran, hari ketika engkau menempatkan hukum di atas segala-galanya,
hari ketika engkau syahid dengan penuh kesabaran, dan hari ketika engkau
dibangkitkan kembali, hari di mana engkau menuntun para pecintamu
menuju telaga kautsarsampai surga na’im!
II
Ma'rifat adalah modalku
Akal pikiran adalah sumber agamaku
Rindu kendaraanku
Berdzikir kepada Allah kawan dekatku
Keteguhan adalah perbendaharaanku
Duka adalah kawanku
Ilmu adalah senjataku
Ketabahan adalah pakaianku
Kerelaan sasaranku
Fakir adalah kebanggaanku
Menahan diri adalah pekerjaanku
Keyakinan adalah makananku
Kejujuran adalah perantaraanku
Ketaatan adalah ukuranku
Berjihad perangaianku
Dan hiburanku adalah dalam Sembahyang
III
hendaklah bersabar ketika peristiwa dahsyat menggempur.
obatilah rasa dukamu dgn indahnya kesabaran.
tinggalkanlah keluh kesah ketika satu hari dililit kesukaran.
sebab kelapangan telah direguk di masa2 yg panjang.
jangan sekali-kali berprasangka buruk kpd Rabb.
sesungguhnya Allah lebih utama utk dimuliakan.
segala kesukaran akan diiringi kemudahan.
firman Allah lebih benar dari sgala perkataan.
betapa banyak mukmin yg lapar dlm sehari.
justru di surga akan mereguk minuman salsabil sepuas-puasnya.
diambil dari: “saatnya kita berangkat”, Abu Ridho.
IV
Kencangkan ikat pinggangmu menghadapi kematian
karena kematian akan menjemputmu
jangan cemas menghadapi kematian
jika ia memang harus datang kepadamu"
jika ia memang harus datang kepadamu"
Ali bin Abi Thalib adalah salah satu sahabat yang dijamin masuk surga. luar biasa...........
BalasHapus