Di seberang Negeri Ghor ada sebuah
kota. Semua penduduknya buta. Seorang raja beserta rombongannya lewat dekat
kota itu; ia membawa pasukan dan berkemah di gurun. Raja itu mempunyai seekor
gajah perkasa, yang digunakannya untuk berperang dan membuat rakyat kagum. Penduduk
kota itu sangat antusias ingin melihat gajah tersebut, dan beberapa dari mereka
yang buta pun berlari untuk mendekatinya. Karena sama sekali tak tahu rupa atau
bentuk gajah, mereka hanya bisa meraba-raba, mencari kejelasan dengan menyentuh
bagian tubuhnya. Masing-masing hanya menyentuh satu bagian, tetapi berpikir
telah mengetahui sesuatu.
Sekembalinya ke kota, orang-orang
yang hendak tahu segera mengerubungi mereka. Orang-orang itu tidak sadar bahwa
mereka mencari tahu tentang kebenaran kepada sumber yang sebenamya telah
tersesat. Mereka bertanya tentang bentuk dan wujud gajah, dan menyimak semua
yang disampaikan. Orang yang tangannya menyentuh telinga gajah ditanya tentang
bentuk gajah. Ia menjawab, "Gajah itu besar, terasa kasar, luas, dan lebar
seperti permadani." Orang yang meraba belalai gajah berkata, "Aku
tahu yang lebih benar tentang bentuk gajah. Gajah itu mirip pipa lurus bergema,
mengerikan dan suka merusak." Terakhir, orang yang memegang kaki gajah
berkata, "Gajah itu kuat dan tegak, seperti tiang." Masing-masing
hanya menyentuh satu bagian saja, dan keliru memahaminya. Tak ada akal yang
tahu segalanya. Semua membayangkan sesuatu yang salah. Ciptaan tidak mengetahui
tentang keilahian. Tak ada jalan dalam pengetahuan ini yang bisa ditempuh
dengan kemampuan biasa.
Catatan:
Kisah ini lebih populer dalam versi Rumi, The Elephant in The Dark House, yang dimuat dalam Matsnawi. Guru Rumi, Hakim Sanai, lebih dahulu mengisahkan kisah ini lewat buku pertamanya, sebuah karya klasik The Walled Garden of the Truth. Kedua kisah tersebut pada dasarnya berbicara tentang hal yang sama, yang menurut tradisi, telah digunakan oleh guru-guru sufi selama berabad-abad.
Catatan:
Kisah ini lebih populer dalam versi Rumi, The Elephant in The Dark House, yang dimuat dalam Matsnawi. Guru Rumi, Hakim Sanai, lebih dahulu mengisahkan kisah ini lewat buku pertamanya, sebuah karya klasik The Walled Garden of the Truth. Kedua kisah tersebut pada dasarnya berbicara tentang hal yang sama, yang menurut tradisi, telah digunakan oleh guru-guru sufi selama berabad-abad.
Sumber: Kisah Bijak Para Sufi oleh Idries Shah
http://www.republika.co.id/berita/dunia-islam/tasawuf/11/07/11/lo6a30-kisah-bijak-para-sufi-orangorang-buta-dan-gajah;
Senin, 11 Juli 2011 21:11 WIB
Bapakku.. Assalammualaikum..
BalasHapusTULISANNYA BAGUS..:)
:D Kisah ini saya baca dalam bukunya Gazalba yang hakekat mengenal islam pak. Singkatnya janganlah mengenal islam seperti kisah orang buta yang meraba pada setiap bagian tubuh sang gajah. Akibatnya mereka tidak tahu deh....
BalasHapus