Di kalangan pondok pesantren nama Ibn al-Muqaffa’ adalah nama yang
asing. Meskipun sosok yang satu ini penuh dengan kontroversi dan
dipersoalkan ke-Islaman-nya oleh sebagain orang. Dalam catatan sejarah
peradaban Islam, Ibn al-Muqaffa’ dianggap oleh sebagian intelektual
Muslim sebagai orang yang pertama kali menerjemahkan buku-buku logika
karya Ariestoteles, yang dipersembahkan untuk khalifah al-Manshur yang
kelak menjadi orang yang memerintahkan membunuhnya.
Ibn al-Muqaffa’ lahir di Irak pada tahun 106 H/742 M
sebagai pemeluk agama Majusi. Sebelum masuk Islam namanya ialah Ruzabah
dan sering dipanggil (
kuniyyah) dengan sebutan Abu Amr. Ia
masuk Islam di bawah tangan Isa bin Ali, paman as-Saffah dan al-Manshur,
yaitu dua khalifah awal Abbasiyah.
Menurut Ibn Khalikan, ia termasuk dari orang-orang yang dituduh
Zindiq. Dan
pada akhirnya, dengan restu khalifah al-Manshur, ia dieksekusi mati
pada tahun 142 H/759 M. [Untuk lebih jelas lihat, Ibn Khalikan,
Wafayat al-A’yan wa Anba`u Abna` az-Zaman, Bairut-Dar Shadir, jilid, II, h. 151].Tuduhan
zindiq yang
dialamatkakan kepada Ibn al-Muqaffa’ merupakan salah satu alasan kenapa
ia harus dieksekusi mati. Tragis memang, tetapi itulah sejarah yang
ada.
Sosok Ibn al-Muqaffa’ memang telah tiada, tetapi
karya-karyanya tetaplah abadi sepanjang masa. Di antaranya ialah ia
menerjemahkan tiga kitab Aristoteles mengenai logika, pengantar ilmu
logika yang lebih dikenal
Isaghawji. Ia juga menerjemahkan dari bahasa Persia ke dalam bahasa Arab kitab
Kalilah wa Dimnah yang menjadi karya tersohornya. Di samping itu, Ibn al-Muqaffa’ juga menulis kitab
Mazdak, at-Taj fi Sirah Anusyirwan, Jawami’ Kalilah wa Dzimnah, al-Yatimah, dan
al-Adab ash-Shaghir wa al-Adab al-Kabir. Kitab yang terakhir disebutkan, yaitu
al-Adab ash-Shagir wa al-Adab al-Kabir adalah
risalah yang memuat petuah-petuah moral. Petuah-petuah tersebut diambil
Ibn al-Muqaffa’ dari kata-kata bijak orang-orang terdahulu yang sangat
berguna untuk membersihkan hati dan menghidupkan pemikiran. [H. 20].
Petuah-petuah
yang terdapat di dalam kitab tersebut sangat terasa sekali, menyentuh
hati menggairahkan serta membangkitkan pemikiran kita. Misalnya pada
bagian pertama dalam
al-Adab ash-Shaghir, Ibn al-Muqaffa’ mengatakan: “
Bahwa
setiap makhluk memiliki hajat, dan setiap hajat itu ada tujuan
akhirnya, sedang tujuan akhir tersebut pasti memiliki jalan........…”.
Pada alenia berikutnya, Ibn al-Muqaffa’ mengatakan: “
Tujuan
akhir dan hajat manusia ialah kebaikan di dunia dan akherat. Jalan
untuk menemukannya (kebaikan) ialah akal sehat, sedang indikasi akal
sehat ialah dapat memilih pelbagai hal dengan di dasarkan kepada ilmu (
bashar)….”. [H. 15].
Pandangan
Ibn al-Muqaffa’ di atas memang harus diakui kebenarannya. Bahwa apa
yang menjadi cita-cita dan dan diinginkan oleh setiap orang adalah
mendapatkan kebahagiaan dunia dan akhirat. Lantas, bagaimana cara
menggapai kebahagaian tersebut? Caranya adalah dengan akal sehat. Sebab,
dengan penalaran yang baik manusia akan mampu mengambil pelbagai hal
atau tindakan dengan di dasarkan pada ilmu.
Pandangan ini pada dasarnya senada dengan apa yang dikatakan Ibn Juraij: “
Qiwam al-Mar`i ‘Aqluhu”
(Pondasi seseorang adalah akalnya). [Ibn Abi ad-Dunya, al-Aql wa
Fadhluhu, h. 136]. Karena kedudukan akal yang sangat penting itulah
kemudian Ibn al-Muqaffa’ dengan tegas mengatakan: “
Tidak harta-benda (mal) yang lebih utama ketimbang akal”. [H. 32].
Itulah sekedar contoh-contoh petuah Ibn al-Muqaffa` yang terdapat di dalam
al-Adab ash-Shaghir. Sedang di antara petuhanya yang terdapat di dalam
al-Adab al-Kabir ialah
petuah tentang perlunya kesabaran ketika mengerjakan pekerjaan yang
banyak. Sebab, kesabaran tersebut akan dapat meringankan pekerjaan
tersebut. [Untuk lebih jelasnya lihat halaman, 124]. Sedang contoh
lainnya adalah petuah Ibn al-Muqaffa’ yang mengatakan: “Biasakan dirimu
bersikap tidak pelit”. [H. 116].
Demikianlah sedikit tentang petuah-petuah Ibn al-Muqaffa’ yang terdapat di dalam kitab
al-Adab ash-Shaghir wa al-Adab al-Kabir. Meskipun di dalam
al-Adab al-Kabir kita
tidak akan menemukan unsur keberagamaan Islam dan ketakwaan secara
langsung, tetapi petuah-petuahnya jelas menegaskan tuntutan moral dan
dan tuntutan masyarakat manusia yang sejalan dengan ajaran Islam.
Salam…
Sumber: http://www.pondokpesantren.net/ponpren/index.php?option=com_content&task=view&id=259
Tidak ada komentar:
Posting Komentar