Di dalam buku ini Annemarie Schimmel menggambarkan sosok Jalaluddin Rumi yang selalu
menjadi pusat perhatian dunia. Pada bagian awal, Schimmel menjelaskan tentang perjalanannya
menuju tempat pemakaman Rumi yakni Konya. Disana makam maulana disebut dengan
Yesil Turbe (kubah hijau). kemudian Schimmel menceritakan tentang pertemuan
pertama maulana dengan seorang darwis yag bernama Syamsuddin Tabriz. Bagi Rumi
syams merupakan matahari yag luar biasa yang mengubah aseluruh hidupnya, membakarnya, membuatnya menyala, dan
membawanya kedalaman cinta yang sempurna. Jalaludin dan syams tidak terpisahkan
lagi dan menurut riwayat selama berbulan-bulan dapat berthana hidup tanpa
kebutuhan-kebutuhan dasar manusia ketika mereka bersama-sama menuju cinta
tuhan. Suatu hari syams dikabarkan menghilang. Jalaluddin merasa patah hati
karena berpisah denga mataharinya. Saat itu jalaludin bingung dan kahirnya ia
menuliskan syair-syair.
Dalam buku itu Schimmel menggunakan nama tokoh Rumi kadang-kadang sebagai Jalaluddin, Maulana, dan Rumi.
Entah mengapa ia merubah nama di setiap bab misalnya bab pertama ia mnyebutnya
dengan Jalaludin dan di bab berikutnya ia menyebutnya dengan maulana. Mungkin
karena ia ingin agar pembaca tahu tentang nama panggilan Rumi. Dalam narasisnya diceritakan tentang sebuah
perjalanan menuju Rumi atau dengan nama jelasnya Maulana Jalaluddin Rumi.
Dimana seseorang menceritakan tentang
karya-karya rumi yaitu Matsnawi, yang berisikan kearifan kehidupan yang unik
tetapi mulia, yang merupakan buah dari pengajaran dan kegiatan puitis juga buah
dari terbakarnya cinta Ilahiah dan buah dari kehidupan. Dan Salah
satunya lagi seperti Fihi Ma fihi (didalamnya lah apa yang ada didalam) yang
bercerita tentang pengepungan sebuah kota yang didiami oleh ibunda Maulana atau
Rumi dan bagaimana kekuatan doa seorang wanita dapat melindungi dari perbuatan
keji musuhnya.
Pada
umur 18 tahun Jalaluddin menikahi seorang gadis dari rombongan yang telah
mengadakan perjalanan bersama mereka dari khurasan. Kemudian mempunyai putra
yang bernama Sultan Walad, yang merupakan nama kakeknya yaitu Bahauddin Walad.
Bahauddin Walad adalah seorang Sufi, sesungguhnya dia telah mengalami tahapan
mistik tertinggi, sesuatu yang sensual, suatu cinta yang sempurna kepada Tuhan,
sampai dia berada dalam pelukan-Nya. Selama
1230 dan awal 1240, Maulana menjalani kehidupan sebagai seorang alim, mengajar
dan bermeditasi. Dia telah menggunakan
pengaruhnya untuk membantu orang-orang miskin.
Rumi tidak pernah menyebutkan nama Syams dalam
syairnya tetapi secara tidak langsung ketika ia menggambarkan matahari, bulan
dan bintang ia masih mengingat sahabatnya itu. Keemudian datang berita baik
bahwa Syams ada di Damaskus dan Jalaludian memerintahkan anakanya, sultan walad
untuk menjemput sahabatnya itu. Akan tetapi putra maualana, Alaudin, 5 Desember
1248 memanggil Syams dan membunuhnya. Kemudian alaudin mengatakan bahwa syams
hilang begitu saja mungki pergi ke Suriah, katanya. Bagi Mulana Syams
adalah manusia yang bersifat ilahiah. Atas dasar inilah maulana sangat
menyayangi Syams dan merasa kehilangan karena ia merupakan sahabat yang memberikan
rahmat baginya. Dengaa Syam ia bisa mencari cinta tuhan dengan pemikiran baru
karena syams memiliki ketajaman pikiran wlalupun ia adalah seorang yang "sombong"
akan kemampuannya itu.
Ekspresi puitis yang ia buat bukan
semata-mata merupakan suatu yang tidak disengaja. Ia tidak berkeinginan untuk
menjadi seorang penyair. Maka dari itu ia selalu memperingatkan diriya bahawa
ia bisa berbicara jika ia tersentuh oleh seruling atau napas orag yang dicintainya.
Seperti kecintaannya pada Syams yang merupakan sahabat karib yang tiada duanya.
Ini merupakan gamabaran dari pikiran Rumi yang terkenal dengan syair yang dalam
dan sarat akan makana yang ambigu. Seingga orang yang menafsirkannya harus
benar-benar mengetahui sejarah perjalanan hidup Rumi. Beberapa kalimat menarik salah
satunya adalah “matilah sebelum engkau mati!”, yang berarti bahwa matinya
sifat-sifat rendah diri kita sendri sebelum
kematian tubuh maka kita akan terbebas
dari mpenjara materi.
Rumi selalu tampil dengan pengkauan
terhadap kekuasaan, kemurah-hatian dan kearifan tuhan. Tidak seperti Athar yang
sering mengandung usur kritik social, juga protes terhadap tuhan, yang menciptakan
dunia ini penuh dengan kejahatan. Padahal tentu saja tuhan lebih mengetahui
rahsia dibalik semuanya. Maulana menggambarkan manusia
seperti itik yang hidup didarat dan di air atau manusia itu setengah lebah,
setengah ular yag tidak dapat menghsilkan madu dan juga racun. Kemudian ia juga mrengatakan bahwa org mengatahui semua
tanda lahiriah segala sesuatu, tetapi tidak mengetahui hakiakat
kehidupan.selalu saja kita berpikir tetang selukbeluk diri kita tanpa
memikirkan bahwa ada jiwa yang tidak akn pernah mati dan jiwa inilah yang akan
kembali pada tuhan. Artinya bahwa kita harus meyadri bahwa kita tidak akan
selamunya berkutat dengan keadaan seperti ini selamanyha ada kalanya kita akan
kembali pad sang pencipta.
Maulana mengakui bahwa tidak perlu
mengasingkan wanita yang baik, sebab wanita seperti itu tahu apa yang harus
dilakukannya dan tahu bagaimana berprilaku. Sedangkan wanita yag buruk akan
selalu mencari tipu muslihat untuk melepaskan diri dan berlaku tak pantas, sebanding
dengan upaya untuk mengasingkan dirinya.ini
berarti bahwa pria dan wanita harus berjaan dijalan yang sama dan
keduanya harus berusaha memenuhi kewajiban-kewajiban yang sudah ditetapkan
al-quran bagi orang-orang mukmin. Rumi cukup pragmatis untuk mengetahui bahwa
setiap makhluk dapat bertindak hanya dalam rangka kemampuannya keadaan manusia
itu kemungkinan dan kemampuan mereka juga berbeda-beda. Itulah sebabnya, mereka
akan dinilai menurut bagaimana mereka memanfaatkan kemampuan mereka.mukhannats
atau hemaprodit berulang-ulang muncukl dalam kisah-kisahmaulana sebagai model
orang munafik yang bukan termasuk orang dunia maupun akhirat.
Aspek yang sering Rumi sebutkan
adalah tentang tanggung jawab. Meskipun Allah telah merencanakan dan mengatur
segalanya, manusia juga memilki tanggung jawab untuk melakukan apa yang dapat
dilakukannya untuk menghindari kemlangan dn sekaligus bertanggung jawab untuk
tidak menyesatkan orang lain.
Selain itu Schimmel juga menggambarkan
tentang gambaran rumi tentang shalat. Shalat merupakan doa, dan tidak semua doa
diterima. Setiap orang bertanya–tanya mengapa doanya belum juga dikabulkan.
Rumi menggambarkan doa-doa yang
dipanjatkan bagaikan nyanyian brurung-burug di pagi hari. Sampai kapan
tuhan ingin mendengrnya terserah padanya. Juga orang yang berdoa diibaratkan
seorang pengemis jika orang yang datang adalah orang yang bruruk rupa maka kita
langsung memberinya uang agar cepat pergi. Tapi orang yang berdoa dimata tuhan
diibaratkan pengemis yang rupawan, tentuya akan diberikan beberapa ujian agar
doanya dikabulkan. Doa itu sendiri merupakan pengakuan manusia bahwa tuhan maha
kuasa atas segalanya da pengkauan bahwa manusia adalah makhluk yang lemah yang
tidak bisa berbuat apa-apa tandpa
kehendaknya.
Sedangkan konsep Rumi tentang cinta
adalah bahwa begitu cinta menguasai manusia. Maka tidak ada jalan untuk
melepaskan diri dari dirinya. Oleh karena itu menyembunyikan cinta merupakan
sesuatu yang tidak mungkin dilakukan. Cinta sering terlihat seperti perangkap
atau jaring untuk menangkap burung jiwa. Seperti yang rum kataka dalam syairnya
yakni orang yang jauh dari jaring cinta adalah burung yang tak bersayap. Karena
hanya burung cantik yang masuk dalam perangkap cinta, bukan makhluk-makhluk
seperti burung hantu yang tidak mau melihat matahari dan hanya puas dengan
tinggal diantara puing-puing.
Kebanyakan diantara kita yang sering
dibicarakan adalah pandangan Rumi tentang cinta. Padahal ada aspek lain yang
lebih penting, seperti kesufian dan akhlak yang
dibicarakan oleh Rumi. Sama’ ( tarian mistik ) membuka
gerbang surga. Oleh karena itu, sama menjadi salah satu aspek terpenting bahkan
bisa dikatakan sebagai poros dari syair-syair rumi. Sama adalah tangga menuju
langit, tangga yang dapat digunakan jiwa yang merindu untuk mencapai atap
dimana sang tercinta yang rupawan yang berseri-seri akan menanti. Begitulah Rumi
dengan karyanya.
Jujur saja banyak yang kurang
paham dengan tarian ini bagaimana sebenarnya bentuk tarian ini. Seperti yang Rumi gamabarkan ketika berputar ia serasa
bersatu denganlangit dan bumi. Mungkin hanya orang tertentu dan yang paham akan
Rumi yang lebih tahu tentang makana danbentuk dari tarian ini. Yang saya pahami
adalah dengan tarian ini Rumi bisa merasakan berada dekat dengantuhan. Entah
makasudnya apa ? apakah tarian ini sangat penting untuk dimainklan atau hanya
sebuah tarian yang memiliki ddaya tarik sendiri. Dan seperti yang telah saya
ketahui bahwa terkadang tarian menggambarkan apa yang sebenarnya kita inginkan. Kita akan merasa
bahw aketika kita menari semua masalah akan berkurang darp pikiran kita.tapi
terkadang sebuah tarian hanya akan emmbuat kita merasa berslah kepada diri.
Karena hal itu sangat membuang-buang waktu. Sedangkan tarian yang Rumi ciptakan merupakan sebuah tarian yang bisa
menyatukan jiwa bagi sipenari dan apa yang ia inginkan.
Schimmel menggambarkan Rumi
seakan-akan ia pernah hidup dengan Rumi dan merasakan bagaimana perasaan Rumi
pada saat itu. Penggunaan gaya bahasa puitis yang digunakan oleh Schimmel juga
menggambarkan bahwa sosok Rumi adalah sosok yang tidak mudah dimengerti akan
pemahamannya tentang makna yang ada disetiap karyanya. Jujur aja saya baru
merasa lebih kenal dengan Rumi setelah membaca biogarafi yang di tulis oleh
Schimmel. Saya sangat terkesan dengan apa yang dipaparkan Schimmel. Dan
ternyata kekaguman kita kepada seseorang dapat kita tuangkan melalui sebuah
tulisan salah satunya adalah biografi orang yang kita kagumi. Demikian Schimmel
saking kagumnya ia terhadap sosok Rumi ia menuangkannya dengan menulis biografi
tentang Rumi.
Schimmel berbicara tentang kata,
istilahnya kata ibarat sebuah pohon. Kata yang baik laksana pohon yang baik.
Dengan demikian ia mengutip al- Quran bahwa kata adalah kekuatan kreatif oleh
sebagian besar agama di dunia; katalah yang mengantarkan wahyu; kata
diamanahkan kepada umat manusia sebagai titipan yang harus di jaga,jangan
sampai ada yang teraniaya, terfitnah, atau terbunuh oleh kata-kata. Dapat
disimpulakn bahwa bagi Schimmel kata memiliki kekuatan yang tidak dapat kita
ukur. Dan pada kekuatan kata inilah terletak tanggung jawab para penyait,
lebih-lebih lagi para penerjemah, karena slah satu kesalahan samar saja dapat
memicu kesalahanpahaman yang berbahaya.
Seperti dalam sebuah artikel yang
pernah saya baca bahwa demikian besar keyakinan Schimmel pada kata-kata,
seyakin dia pada moto penyair Jerman Friedrich Ruckert, bahwa puisi mempu
menuntun manusia menuju rekonsiliasi dunia. Puisi menurut Rucket, adalah lidah
utama umat manusia; puisi menghubungkan manusia kareanaia menjadi bagian dari
setiap peradaban dunia. Ia juga menggambarkan kekuatan kata dalam membangun
hubungan antar manusia salah satunya dengan karyanya tentang biografi Jalaludin
Rumi.
Pesona kata juga yang telah membawa
Schimmel melanglang berbagai kawasan masyarakat muslim. Masyarakat yang
menurutnya disebut masyarakat yang lebih tertarik pada kata dan bahasa, berbeda
dengan rekannya di Barat yang lebih terpikat pada musik. Selain itu ia pernah
mencatat pengalaman seorang mahasisiwanya, satu di antara warga Negara Amerika
yang di sandera Teheran saat terjadi revolusi Iran. Sang mahasisiwa menyadari
peruahan sikap penyanderanya ketika ia melafalkan seuah syair Persia. Kata-kata
dalam syair itu telah menjadi sebuah jembatan, mengahapuskan ideologis yang
begitu dalam. Persis seperti yang dikatakan Herder, bahwa dari puisi kita
mendapatkan pemahaman tentang sebuah zaman atau suatu bangsa secara mendalam,
lebih ketimbang yang kita dapatkan dari sejarah politik dan militer.
Hanya semangat dan kecintaannya
terhadap kata-kata yang baik yang dapat kita lestarikan. Karena kata-kata yang
baik pada era saat ini tak lebih dari kata-kat yangmemisahkan suatu hubungan
ketimbang meyatukan suatu hubungan. Sering memutuskan ketimbang menghubungkan.
Banyak yang terjadi hanya karena salah perkataan. Setiap orang mempunyai hak
untuk berkata atau mengeluarkan pendapat tapi yang terjadi sekarang mereka
malah saling perang mulut yang tiada hentinya dilakuakan. Dan itu tak ada
gunanya bagi kita yang ada hanya membuat kita jauh dari orang yangmemiliki
pendapat yang berbeda. Pepatah lama bilang sekalilancung seumur hidup tidak
akan di percayalagi. Mungkin itu jug yang menyebabkan Schimmel membuat karya
bernada puisi. Agar si pembaca paham dan meresapi apa yang ingin ia sampaikan.
Dan seperti yang telah di jelaskan diatas bahwa dengan kata yang baik maka
siapa yang membaca atau mendengarnya pasti akan mempunyai pemahaman yang lebih
baik..
artikel nya sangat menarik kak :)
BalasHapusditunggu kunjungannya kak
http://astiwisafitrii.blogspot.com/
subhanalloh....artikelnya
BalasHapuscinta yang hakiki itu sangatlah berat untuk diraihnya
samsul D/VI/BSI