Sekilas Biografi Siba Shakib
Siba Shakib lahir di Teheran Iran. Dan bersekolah di Jerman University of Heidelberg. Penulis dan
Fabricator dari dokumenter dan film, telah melakukan perjalanan ke Afghanistan beberapa kali dalam beberapa tahun terakhir,
mengunjungi utara dan wilayah dikendalikan oleh Taliban . Beberapa film dokumenter-nya telah memenangkan
penghargaan, termasuk menjadi saksi kengerian hidup di Afghanistan dan nasib
wanita Afghanistan. Dia tinggal di New York , yang ' Italia dan Dubai .
Sebelum menulis novel pertamanya, Siba Shakib adalah seorang
wartawan musik dan presenter radio. Bekerja sama dengan artis pendatang baru
tetapi juga dengan musik besar, antara lain diwawancarai untuk televisi Miles Davis , Tina Turner dan Mick Jagger . Selama wawancara dan pembicaraan
telah menawarkan pertimbangan politik sering dengan sukses besar di antara
penonton remaja.. Tahun-tahun berikutnya,
mulai memproduksi film dan dokumenter yang bersaksi dengan situasi ekonomi dan
sosial yang membutuhkan di berbagai belahan dunia.
Sejak awal tahun sembilan puluhan Siba Shakib telah bekerja terutama
di dua negara yaitu ' Iran , di mana ia dilahirkan dan dibesarkan dan ' Afghanistan .Sebuah Bunga untuk Wanita Kabul - Sebuah
Bunga untuk Wanita Kabul - menerima di Jerman pada tahun 1998, untuk menandai peringatan 50 dari
Deklarasi tentang Hak Asasi Manusia PBB , penghargaan untuk film Hak Asasi Manusia. Shakib sering
menggunakan dana dari film dan buku-bukunya untuk membantu dalam membangun
pusat perempuan di Kabul .
Siba Shakib berada di New York, menyelesaikan novel pertamanya, "Afghanistan,
Dimana Tuhan Hanya Datang ke Menangislah" (Afghanistan, di mana Tuhan hanya
datang untuk menangis), terjadi ketika 11 September serangan teroris pada World Trade Center Selama seminggu, membantu dengan mendukung
staf televisi ARD Jerman dalam penghitungan ulang dan merekonstruksi peristiwa.
All'inizio del 2002 , Pada awal 2002 , Menteri Pertahanan Jerman menerima intuisi dan
pengetahuan Afghanistan Siba Shakib mencari ide-ide dan kolaborasi sebagai
konsultan bagi pasukan mereka penjaga perdamaian, ISAF di Afganistan. Kemudian bisnisnya berkembang di dukungan dan
konseling pasukan NATO selama perang.
Sinopsis Karya
Namanya Samir. Sesungguhnya ia
perempuan. Namun menjadi anak pertama kepala suku, yang justru mengharapkan
sosok anak laki-laki, namanya Samira berubah menjadi Samir. Tak satupun orang
sukunya tau fakta bahwa anak sang kepala suku sebenarnya perempuan. Ayah Samir
pun mendandaninya sebagaimana lelaki. Mengajarinya sebagaimana mengajari lelaki
suku. Samir pun mengira ia Samir. Sama dengan anak lelaki lain. Ia Samir. Bukan
Samira.
Hingga di usia 7 tahun, ia
bermain dengan anak-anak lelaki lain di sukunya di tepi sungai. Kemudian
teman-temannya kencing di sana. Saat itulah ia melihat sesuatu yang tak sama.
Yang dimiliki temannya, tapi tak dimilikinya. Dan ia sadar, ia berbeda. Ia
bukan Samir yang selama ini ia pikirkan. Namun demi ayahnya, ia meneruskan
perannya sebagai lelaki. Samir pun tumbuh menjadi sosok lelaki berwajah cantik.
Di usianya yang menginjak
belasan, ayahnya memimpin sukunya berperang. Yang membawa ayahnya kembali dalam
keadaan tak bernyawa. Terpaksa menyaksikan ibunya (maaf) diperkosa oleh
pengkhianat sukunya, Samir pun menjadi bisu. Ia tak bicara. Tak ingin bicara.
Hingga suatu saat ia meninggalkan
sukunya. Berkelana. Sebagai Samir. Dengan modal ajaran ayahnya yang
mengharapkannya menjadi penerus suku pejuang pemberani. Mampu memanah. Berkuda.
Menggunakan pedang. Menjadi lelaki. Yang mengagumi burung besi di cakrawala Nowshak.
Ia bertemu dengan seorang guru,
yang mengajarinya membaca dan menulis. Samir. Menulis. Awalnya ia hanya mampu
menusukkan pensilnya di kertas. Dipikirnya sebagaimana mengukir pisau di atas
pohon.Dan perkenalannya dengan Bashir.
Pemuda yang kelak akan membuatnya kalut dalam pilihan menjadi pasangan hidup
Bashir, menjadi Samira. Yang artinya mengkhianati keluarganya. Atau
mempertahankan eksistensinya sebagai Samir. Tetapi kehilangan Bashir.
Buku ini benar-benar mampu
menangkap kompleks-nya hidup Samir dalam waktu yang singkat. Bukan sebuah buku
yang tebal. Namun mengesankan. Bagaimana saya yang saat itu tak sampai usia 13
tahun terlarut dalam kompleksnya hidup Samir. Turut tersenyum, bersedih,
menangis. Hingga mengaduk-ngaduk mencari novelnya di tumpukan buku Toga Mas
Jogja. Ah, Samira..
Sebuah episode yang terkenang
betul di benak saya. Ketika Samir terpaksa bernaung di sebuah desa. Sebagai
Samir. Membalas jasa. Anak perempuan si kepala desa jatuh hati padanya. Ingin
menikah dengannya. Maka disusunlah sebuah rencana penghilangan Samir di malam
pertama pernikahannya. Unik. Menegangkan. Tidak terpikirkan.
Unsur-Unsur Intrinsik dalam Novel Samira and Samira
Budaya dalam Novel Samira and Samir
Untuk memahami
unsur-unsur intrinsik dan latar belakang belakang seperti sosial, budaya, ekonomi dan peradaban yang
ada dalam karya sastra yang berjudul Samira and Samir. Pada novel ini kita bisa
melihat bagaimana kondisi dan situasi yang terjadi pada saat itu. Karena
penulisnya sendiri tidak hanya sekedar menulis tanpa mengetahui situasi dan
kondisi yang terjadi dan yang ada di Negara tersebut. Tetapi juga penulis
sebelumnya telah mengetahui bagaimana situasi dan kondisi yang terjadi pada
masa itu.
Dalam novel
tersebut penulis ingin menyampaikan sesuatu yang dia lihat dan dia rasakan
ketika dia mengunjungi daerah afganistan.Novel yang berjudul Samira and Samir
ini mengisahkan seorang anak perempuan yang terlahir dalam keluarga seorang
Komandan perang, yang dimana pada saat itu amat sangat menjungjung tinggi nilai
seorang laki-laki,Karena seorang laki-laki dianggap bisa meneruskan perjuangan
ayah dan keluarganya, akan tetapi jika mendapatkan seorang anak perempuan bagi
kebanyakan orang arab pada saat itu adalah sebuah aib yang sangat besar yang
harus ditutupi. Karena Sang ayah merasa kecewa. Sang ayah pun memutuskan untuk
mendidik anaknya yang bernama Samira sebagai lelaki. Dan tumbuhlah Samira
sebagai Samir.
Pada
kenyataannya pun itu adalah Sebuah
peradaban yang belum bisa dirubah mungkin sampai saat ini. Karena bagi
kebanyakan orang arab seorang wanita yang melahirkan seorang anak perempuan itu
telah memberikan aib kepada keluarganya sendiri. Karena menurut mereka
orang-orang Arab wanita itu diciptakan
hanya untuk menjadi seorang pelayan laki-laki. Tergambarkan dalam novel ini
dimana Ibu dari Samira yang hidupnya hanya mengurusi rumah, membuat makanan
untuk anak dan suaminya, dan tidak melakukan aktifitas yang lain.
Sejarah dan
Ekonomi dalam Novel Samira and Samir
Dalam novel ini
kesalahan identitas yang menjadikan hidup Samira kian rumit. Kerumitan itu
bertambah ketika Samira menginjak remaja dan kemudian dewasa dan mengenal
perasaan cinta. Samira dihadapkan pada dua pilihan yang menyakitkan. Samira
ingin hidup sebagai seorang istri lelaki yang bernama Bashir, namun dia harus
rela mengkhianati keluarganya, dengan mengungkapkan identitas aslinya sebagai
seorang perempuan, dan dengan demikian dia telah mengorbankan kebebasannya
sebagai seorang lelaki.
Adapun faktor
sejarah yang melatarbelakangi kenapa seorang suami atau seorang ayah
menginginkan seorang anak laki-laki, karena pada saat itu orang arab masih
sangat menyukai peperangan, yang dimana peperangan itu banyak menelan korban
jiwa, dan itu sebabnya kenapa banyak kaum laki-laki yang menginginkan seorang
anak laki-laki untuk meneruskan estafeta perjuangan ayahnya. Meski cerita itu amat sangat klasik tapi kita
pasti masih tahu, bahwa pada zaman Rasulullah pun, Seorang khalifah Umar bin
khatab pernah membunuh anak perempuannya
hidup-hidup karena seolah-olah aib dan sebuah malapetaka mendapatkan seorang
anak perempuan, sehingga itulah yang dilakukan oleh sebagian orang arab dan itu
sudah menjadi sebuah tradisi orang-orang arab.
Dalam novel ini
diceritakan sangat jelas bagaimana Samira hidup sebagai seorang anak perempuan
yang dididik layaknya seorang anak laki-laki. Dimana dia belajar berkuda dengan
ayahnya, belajar bagaimana dia melakukan permainan yang biasa dilakukan oleh
seorang anak laki-laki yang bernama permainan Buskazhi. Hingga dia dewasa pun
dia tetap merasa bahwa dirinya adalah seorang anak lelaki sejati.
Dalam novel ini
juga menunjukkan bahwa pada saat itu sedang berada dalam peperangan melawan
Taliban. Bukan karena Islam, tetapi menjadi sebuah kesenangan dan merampas
harta kekayaan mereka. Meski sedikit orang-orang yang berjihad dan berperang
demi nama Islam. Faktor yang membuat warga Islam merasa hebat karena bisa
menguasai seluruh kawasan khususnya di Afghanistan. Banyak kejadian yang
akhirnya mereka melakukan peperangan ini, salah satunya karena faktor ekonomi,
politik dan sosial. Karena perebutan
kekuasan dan ingin memiliki wilayah yang luas juga sehingga mereka melakukan
peperangan. Oleh karena itu banyak diantara mereka yang rela mengorbankan
segalanya demi peperangan ini.
Semasa kecilnya
Samira pernah menjadi seorang perempuan bisu, karena dia merasa belum menjadi
lelaki sejati, dia menangis meronta-ronta, menyapu tanah, merobek dinding tenda
rumahnya. Merasa bahwa dia belum bisa seperti lelaki sejati yang pernah dia
liat. Hari-hari Samira dilakukan dengan sangat penuh ketangguhan sebagai
seorang laki-laki, dia belajar berkuda, belajar bagaimana menjadi seorang
lelaki sejati seperti ayahnya. Seorang Komandan perang yang sudah banyak
membunuh musuh-musuh perangnya. Karena pada saat itu masih berlangsungnya
perang Taliban.
Samira melewati musim dingin dan
musim panasnya untuk menjadi seorang lelaki sejati, menjadi putra perempuan
yang tangguh untuk ayah dan Ibunya. Samira mulai mahir berkuda, mulai mahir
melakukan permainan seorang laki-laki yaitu Buskazi. Ibunya sudah tidak ingin
melihat Samira terus-terusan melakukan permainan laki-laki, tetapi ayahnya
menginginkan Samira melakukan hal itu. Samira si bisu tetap dan selalu menurut
perintah ayahnya. Mungkin karena Samira si bisu pun mulai merasakan nyaman
melakukan permainan laki-laki.
Ketika Samira
dewasa dia masih tetap bisu, dan mulai banyak orang yang meragukan
kelaki-lakian Samira. Dan menganggap bahwa Samira bukanlah seorang lelaki
sejati. Hingga Akhirnya permainan Buskazi pun tiba, dan Samira mengikuti
permainan itu dan menunjukkan keahliannya membawa sang kuda berlari mengiringi
dan mengikuti titah sang Samira tuannya. Orang yang mengejek Samira pun merasa
tidak terima atas kemenangan Samira menaklukan kudanya untuk menunjukkan pada
mereka bahwa Samira putra perempuan pak Komandan adalah seorang laki-laki
sejati. Kemudian anak dari Olfat yang tidak menyukai Samira pun memukul samira
hingga darah menetes dipelupuk mata Samira, akan tetapi Samira dan membalas dan
tidak merasakan kesakitan.
Hingga akhirnya
Samira semakin menjadi putra perempuan pak Komandan yang sudah sangat Dewasa.
Dan ketika itu Samira mendengar kabar dari ibunya sendiri bahwa ayahnya
meninggal terbunuh, Ibunya amat sangat terpukul atas kematian Suaminya. Ibunya
Samira yang bernama Daria, menagis tersedu-sedu menginginkan suami hidup
menemani dia lagi, Daria merasa belum bisa menyenangkan hati suaminya. Samira
ingin menangis melakukan hal yang sama seperti ibunya, akan tetapi Samira
merasa bahwa dirinya tidak perlu melakukan hal seperti itu karena dia sudah
merasa seperti lelaki sejati. Yang kini harus menggantikan posisi ayahnya untuk
menjaga Ibunya.
Daria masih
merasakan kepiluan dan kesedihan yang mendalam ditinggal meninggal oleh suami
tercintanya. Akan tetapi putra perempuannya selalu memberikan semangat kepada
ibunya. Daria ibu Samira pun memutuskan untuk hijrah kerumah ayahnya, kakeh
samira. Dan mulailah kehidupan Samira pun berlanjut ketika dia bertemu dengan
Bashir. Karena pertemuannya dengan Bashir telah menimbulkan benih-benih asmara
dalam hati Samira. Akan tetapi Samira tidak ingin identitasnya sebagai seorang
perempuan diketahui oleh basher, karena itu akan membuat samira kehilangan
kebebasannya menjadi seorang perempuan.
Samira menemukan
banyak permasalah baru ketika dia meninggalkan kota dimana dia dilahirkan yaitu
dikota Hindu-Kush, akan tetapi dia harus meninggalkan kota itu untuk menemukan
kehidupan yang layak. Terlihat bagaimana perjuangan seorang perempuan untuk
memepertahankan kehidupannya di kota yang belum pernah dia jumpai sebelumnya.
Samira merasa bahwa hidupnya sudah menjadi seorang lelaki sejati, yang bisa
menjaga ibunya dan dirinya sendiri. Meski dia sudah merasakan kecintaan
terhadap lawan jenisnya sendiri, akan tetapi sifat maskulinnya yang membuat
bahwa dirinya menginginkan menjadi seorang Samir saja.
Hingga pada akhirnya, Bashir pun mengetahui
bahwa Samira adalah seorang perempuan dan Bashir pun menginginkan Samira
menjadi istrinya, yang bisa melahirkan seorang anak laki-laki dari rahimnya.
Akan tetapi Samira tidak menolak, hanya memberikan jawaban bijaksana dari
seorang putra perempuan pak Komandan yang kini telah menjadi perempuan yang
tangguh. Samira hanya menjawab. Kita telah berburu bersama, kita juga telah
menangkap ikan, kita tidak akan pernah melakukan hal ini jika kita tidak
berteman lagi, jika aku jadi istrimu dank au jadi suamiku. Hati mereka
tercabik-cabik seperti kertas, berubah menjadi serpihan-serpihan kecil. Akan
Samira tidak menelan airmatanya, Bashir pun tidak menelan airmatanya. Samira memendam
seribu pertanyaan, namun tak ada satupun jawaban. Hingga Samira tetap membisu.
Samira pun melompat keatas punggung kuda jantan ayahnya, memacunya meninggal
Hindu-Kush dan Bashir, Samira tidak menelan airmatanya. Ia menangis. Menangis
Hingga tangisnya berubah menajdi tawa. Sebuah tawa yang tidak segera
menghilang. Ini adalah tawa seorang wanita. Wanita sejati. Ini adalah tawa
seorang Samira.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar