Janganlah kalian mencintai kekuasaan, karena hal itu bisa membuatmu rendah. Seorang ulama tidak akan menghiraukan kekuasaan, kecuali yang telah menjadi makelar. Jika kekuasaan telah membuatmu senang, maka hilanglah jati dirimu.”
Itulah
di antara isi surat nasihat yang ditulis oleh seorang ulama hadits yang menjadi
rujukan utama di zamannya. Beliaulah Sufyan bin Said bin Masruq bin Rafi’ bin
Abdillah, atau biasa dengan panggilan akrab beliau Sufyan al-Tsauri.
Ketegasan
ulama kelahiran Kufah tahun 77 Hijriyah terhadap kezhaliman penguasa,
membawanya kepada sebuah pelarian yang melelahkan. Walaupun, hal itu tidak
membuatnya lalai untuk mencari hadits dan mengajarkannya kepada murid-murid
yang ia bina.
Ketegasan
ini pun yang membuatnya dikejar-kejar penguasa yang saat itu dijabat al-Mahdi
bermula ketika sang raja mendatangi rumah Sufyan al-Tsauri. Al-Mahdi memberikan
kepada al-Tsauri sebuah cincin yang baru saja ia lepas dari jarinya. Dan tentu,
cincin itu sangat bernilai untuk orang kebanyakan, termasuk Sufyan al-Tsauri.
“Wahai Abu Abdillah,” ucap sang
raja kepada al-Tsauri. “Ini adalah cincin kepunyaanku. Ambillah! Aku ingin
engkau berkata kepada umat sesuai Quran dan Sunnah,” seraya sang raja
melemparkan cincin itu kepada al-Tsauri.
Cincin
itu pun dipegang al-Tsauri. “Izinkan aku berbicara, wahai amirul mukminin,”
ucap ulama yang hadits periwayatannya selalu bernilai shahih. “Ada apa?” ucap al-Mahdi.
“Apa aku akan aman jika berbicara?” tanya al-Tsauri lagi. “Ya, kamu akan aman!”
jawab sang raja.
“Wahai
Amirul Mukminin, janganlah engkau datang kepadaku, sehingga aku sendiri yang
datang kepadamu. Dan janganlah kamu memberikan sesuatu kepadaku, sehingga aku
yang meminta kepadamu!” ucap al-Tsauri tanpa sedikit pun menampakkan rasa
sungkan.
Betapa
marahnya sang raja al-Mahdi dengan ucapan yang menghinakan seperti itu. Hampir
saja, ia memukul al-Tsauri kalau saja tidak diingatkan seseorang dengan ucapan
jaminan aman sebelum al-Tsauri mengungkapkan ketegasannya kepada sang raja.
Orang-orang
sudah berkumpul di sekitar rumah Sufyan al-Tsauri untuk melihat keadaan sang
ulama. Mereka khawatir terjadi sesuatu. Dan betapa gembiranya mereka ketika al-Tsauri
keluar dari rumah dengan selamat. “Apakah al-Mahdi mengatakan agar berbicara
sesuai Quran dan Sunnah?” tanya mereka kepada al-Tsauri.
Dengan
ringan, Sufyan al-Tsauri menjawab, “Jangan anggap serius ucapannya.” Saat
itulah, Sufyan al-Tsauri menjadi pelarian. Ia melarikan diri ke Bashrah. Sebelum
ke Bashrah, al-Tsauri pergi menuju Mekah. al-Mahdi mengetahui keberadaan al-Tsauri,
dan langsung mengutus seseorang untuk memerintah penguasa Mekkah, Muhammad bin
Ibrahim untuk menangkap al-Tsauri.
Tapi,
penguasa Mekkah paham betul kalau al-Tsauri seorang ulama besar yang tidak
mungkin berbuat salah hingga menjadi buronan. Ia mengutus seseorang untuk
memberikan pesan khusus kepada al-Tsauri. Isinya, “Jika kamu ada kepentingan
untuk menemui beberapa orang di Mekkah, hubungilah aku untuk memberikan
perlindungan. Dan jika tidak, sebaiknya sembunyi saja!” Tetap saja, al-Tsauri
menemui beberapa ulama Mekkah untuk berdiskusi tentang hadits. Hingga
keberadaannya di Mekkah dirasa sudah tidak aman lagi, al-Tsauri pun berangkat
menuju Bashrah.
Setibanya
di Bashrah, beberapa ulama langsung menemuinya. Mereka mengkaji beberapa hadits
dari al-Tsauri dan berdiskusi dengannya. Dan ketika keberadaannya di Bashrah
juga dirasa sudah tidak aman, al-Tsauri pun pergi lagi menuju Baghdad. Begitu
seterusnya, hingga beliau akhirnya meninggal dunia di Bashrah, masih dalam
suasana persembunyian. Ketika meninggal dunia, seorang ulama, Hammad bin Zaid,
berkata, “Wahai Sufyan, aku tidak merasa iri dengan begitu banyaknya hadits
yang kamu hafal. Tapi aku iri dengan amal shaleh yang telah kamu perbuat.”
Beberapa
nasihat Sufyan al-Tsauri yang masih dikenang oleh murid-muridnya. Antara lain,
“Melihat wajah orang zhalim merupakan sebuah kesalahan. Siapa yang mendoakan
kebaikan kepada orang zhalim, maka dia berarti senang berbuat durhaka kepada allah.”
Seorang
murid Sufyan pun berkata, “Lalu, kepada siapa kami harus bergaul, wahai
Syaikh?” Sufyan mengatakan, “Dengan orang-orang yang senantiasa mengingatkanmu
untuk berdzikir kepada allah, dengan orang-orang yang membuatmu gemar beramal
untuk akhirat. Dan, dengan orang-orang yang akan menambah ilmumu ketika kamu
berbicara kepadanya.”
Surat
yang disampaikan ulama yang selalu mengisi waktu antara Maghrib dan Isya atau
Zhuhur dan Ashar dengan shalat sunnah ini pun mempunyai sambungannya.
“Menurutku, sebaiknya kamu jangan mengundang para penguasa dan bergaul dengan
mereka dalam suatu masalah. Takutlah dengan fitnah dari orang yang taat
beribadah tapi seorang yang bodoh, dan fitnah orang yang mempunyai banyak ilmu
tapi tidak mempunyai akhlak terpuji.”
Sufyan
al-Tsauri meninggal dunia di usia 84 tahun dan masih dalam suasana
persembunyian. Ulama yang begitu wara’ ini pun meninggal dunia dengan masih
mengenakan sebuah pakaian yang banyak coretan peta.
(muhammadnuh@eramuslim.com)/Min A'lam As-Salaf, Syaikh Ahmad Farid
Tidak ada komentar:
Posting Komentar