Jumat, 25 November 2011

Fenomena 1001 Malam

Hikayat 1001 Malam yang merupakan sumbangsih peradaban Islam, kini telah menjadi cerita rakyat seluruh dunia. Sastra epik Arab di zaman kekhalifahan itu telah memberi pengaruh yang besar dalam peradaban manusia terutama dalam bidang kebudayaan. ’Buku ibu’ sastra tradisional Arab. Begitulah para sastrawan dunia menjuluki kitab alf layla wa-layla (hikayat 1001 Malam). Karya sastra epik Arab terbaik yang amat fenomenal itu merupakan buah karya para sastrawan Muslim di era keemasan. Meski telah berusia 12 abad, hikayat 1001 Malam masih memiliki pengaruh yang besar terhadap budaya Arab maupun non-Arab.

Karya sastra epik yang melegenda itu merupakan salah satu bukti kontribusi para sastrawan Muslim di zaman kekhalifahan bagi jagad sastra dunia. Hikayat 1001 Malam yang begitu fenomenal tak pernah mati digilas zaman. Cerita rakyat yang sangat fenomenal itu selalu diwariskan secara turun-temurun dari satu generasi ke generasi lainnya dalam peradaban manusia. Sejatinya hikayat 1001 Malam merupakan kumpulan cerita berbingkai yang sambung-menyambung dan menampilkan beragam tokoh yang berbeda-beda. Cerita rakyat yang berkisah tentang berbagai legenda, dongeng, fabel, dan roman dengan beragam latar yang berbeda seperti Baghdad, Basrah, Kairo, Damaskus, Cina, Yunani, India, Afrika Utara dan Turki itu muncul pada abad ke-9 M. Ketika itu, Baghdad ibu kota Dinasti Abbasiyah telah menjelma sebagai metropolis intelektual dunia. Selain dikenal sebagai kota ilmu pengetahuan dan peradaban, di era kepemimpinan Khalifah Harun Ar-Rasyid (786 M - 803 M) Baghdad pun menjadi kota perdagangan yang sangat penting di dunia.
Kota itu menjadi tempat persinggahan para saudagar dari berbagai belahan dunia, seperti India, Cina, Afrika serta Eropa. Konon, pada era itulah cikal-bakal hikayat 1001 Malam mulai dirajut. Terdapat beragam versi tentang asalmuasal lahirnya karya sastra epik Arab yang termasyhur itu. NJ Dawood dan William Harvey dalam bukunya berjudul Tales from the Thousand and One Nights mengungkapkan, hikayat 1001 Malam merupakan satra epik yang berasal dari tiga rumpun kebudayaan dunia, yakni India, Persia, dan Arab. ‘’Masterpieces seni cerita bertutur itu berasal dari sebuah buku dari Persia yang hilang berjudul Hazar Afsanah (Seribu Legenda),’‘ papar Dawood dan Harvey.
Menurut keduanya, buku cerita dari Persia itu kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa Arab pada tahun 850 M. Hazar Afsanah, imbuh keduanya, berisi tentang cerita rakyat India dan Persia. ‘’Para pendongeng Muslim yang profesional membumbui dan mengadopsi cerita itu dengan warna lokal Arab.’‘ Versi lainnya menyebutkan, hikayat 1001 Malam sebagai kumpulan ceritera rakyat Arab. Adalah Abu Abdullah bin Abdus Al-Jasyayari seorang pengarang Muslim terkemuka yang merangkai dan dan menulis kisah yang legendaris itu. Kitab Alf layla wa-layla yang ditulis Al-Jasyayari ide ceritanya berasal dari Hazar Afsanah yang diterjemahkannya ke dalam bahasa Arab.
Pendapat lainnya menuturkan, dongeng 1001 Malam yang dikenal dalam bahasa Persia berjudul Hezar-o yeksab itu merupakan sebuah kumpulan cerita yang disusun selama berabad-abad oleh begitu banyak pengarang, penerjemah, dan sarjana. Cerita rakyat yang mulai lahir antara abad ke-8 M hingga 9 M itu berawal dan berakar dari cerita rakyat Arab dan Yaman Kuno, India Kuno, Asia Kecil Kuno, Persia Kuno, Mesir Kuno, Suriah Kuno, dan era kekhalifahan Islam. Cerita rakyat India mewarnai dongeng 1001 Malam melalui fabel Sansekerta kuno. Sedangkan, cerita rakyat Baghdad hadir dalam hikayat yang populer itu melalui Kekhalifahan Abbasiyah.
Sosok Khalifah Harun Ar-Rasyid dan Abu Nuwas - penyair terkemuka di era kekuasaan Abbasiyah muncul dalam cerita rakyat yang begitu melegenda itu. Kumpulan cerita rakyat itu mengangkat kisah tentang seorang ratu Sassanid bernama Scheherazade. Dalam dongeng 1001 Malam itu, sang Ratu menceritakan serantai kisah-kisah yang menarik pada suaminya, Raja Shahryar. Cerita demi cerita yang dikisahkan sang ratu pada raja merupakan upaya cerdik yang dilakukannya untuk menunda hukuman mati atas dirinya. Malam demi malam, Ratu Scheherazade bercerita pada sang raja. Scheherezade mengakhiri kisahnya dengan akhir yang menegangkan dan menggantung. Sehingga, sang raja dibuat tertarik dan penasaran untuk mendengar kelanjutan kisah dari sang ratu. Setiap kisah yang diceritakan ratu mampu membetot perhatian raja. Sang raja pun selalu menangguhkan perintah hukuman mati bagi Scheherazade.
Hikayat 1001 Malam mengandung beragam cerita seperti, kisah percintaan, tragedi, komedi, syair, ejekan, serta beragam bentuk erotika. Sejumlah kisah yang termuat dalam 1001 Malam juga melukiskan tentang jin, tukang sihir, tempat-tempat legendaris yang sering kali menampilkan tempat dan orangorang yang sesungguhnya. Khalifah Harun Ar-Rasyid, Abu Nuwas dan Wazir (perdana menteri) Ja’far Al-Barmaki juga menjadi tokoh cerita. Popularitas Hikayat 1001 Malam semakin mengkilap lantaran diramaikan dengan kisah-kisah lainnya yang menarik seperti, Aladdin dan Lampu Wasiat, Ali Baba, Sinbad si Pelaut, serta 40 Pencuri.
Namun, kisah-kisah yang justru cerita rakyat Timur Tengah yang asli itu tak muncul dalam kitab alf layla wa-layla versi Arab. Kisah-kisah yang menarik itu justru baru muncul dalam The Arabian Nights yang diterjemahkan seorang sarjana Prancis bernama Jean Antonie Galland. Galland mengaku menulis kisah- kisah yang banyak diangkat ke dalam film di berbagai negara itu setelah mendengarnya dari seorang penutur cerita asal Aleppo, Suriah bernama Hanna Diab. Hikayat 1001 Malam yang merupakan sumbangsih peradaban Islam, kini telah menjadi cerita rakyat seluruh dunia. Sastra epik Arab di zaman kekhalifahan itu telah memberi pengaruh yang besar dalam peradaban manusia terutama dalam bidang kebudayaan.
Dengan sederet kisah yang memikat, hikayat 1001 Malam telah memberi warna dalam bidang sastra, film, musik dan permainan di berbagai belahan dunia. Itulah yang membuat dongeng 1001 Malam tak lekang digerus zaman. Selalu menemani perjalanan setiap generasi umat Manusia.

Dari versi Prancis hingga Portugis
Sejatinya, Jean Antonie Galland adalah seorang kolektor yang gemar berburu benda-benda antik. Perburuan barang antik yang dilakukan sarjana berkebangsaan Prancis itu telah mengantarnya pada sebuah naskah kumpulan dongeng Arab yang menakjubkan. Kumpulan dongeng yang dalam bahasa Arab berjudul kitab alf layla wa-layla itu mampu memikat Galland. Sang kolektor benda antik itu begitu yakin naskah kumpulan dongeng Arab yang ditemukannya begitu bernilai. Ia lalu menerjemahkan kitab dongeng 1001 Malam yang dtemukannya itu ke dalam bahasa Prancis yang bertajuk Les Mille et une nuits, contes Arabes traduits en francais (Seribu satu malam cerita Arab, yang diterjemahkan ke dalam bahasa Prancis).
Dongeng itu diterjemahkan ke dalam 12 jilid. Galland menerbitkan jilid pertama kisah 1001 Malam itu pada tahun 1704. Sedangkan, dua jilid terakhir diterbitkan pada tahun 1717. Dalam buku dongeng 1001 malam yang dialihbahasakan ke dalam bahasa Prancis itu, Galland memuat dongeng-dongeng Arab lainnya seperti, Aladin Lampu Ajaib, Ali Baba, 40 Pencuri serta Sinbad si Pelaut. Dongeng itu tak tertulis dalam kitab 1001 Malam asli versi Arab.
Galland memuat cerita rakyat Timur Tengah itu dari seorang tukang dongeng dari Allepo, Suriah. Sejarah sastra mencatat, Galland sebagai orang pertama yang memperkenalkan dongeng 1001 Malam kepada masyarakat Eropa. Kisah yang memikat itu pun mendapat sambutan hangat dari masyarakat Eropa. Berkat alihbahasa yang dilakukannya, nama Galland pun berkibar di daratan Eropa.
Kisah 1001 Malam versi bahasa Inggris pun lalu muncul pada tahun 1885. Adalah penerjemah terkemuka bernama Sir Richard Francis Burton yang melakukan alih bahasa kitab alf layla wa-layla ke dalam bahasa Inggris berjudul The Book of the Thousand Nights and a Night. Pada tahun itu dia menerbitkan 10 volume dongeng 1001 Malam. Kemudian, pada tahun 1886 dan 1888 Burton kembali menerbitkan enam volume tambahan dongeng itu.
Hikayat 1001 Malam versi bahasa terbaru diterjemahkan Powys Mathers. Versi teranyar itu didasarkan atas manuskrip Suriah abad ke-14 M yang terdapat di Bibliothäque Nationale. Pada tahun 2005, seorang sarjana Brasil Mamede Mustafa Jarouche mulai menerbitkan Hikayat 1001 Malam dalam bahasa Portugis. Baru-baru ini, hikayat 1001 Malam juga telah terbit dalam bahasa Indonesia.

Mereka yang Terpengaruh Hikayat 1001 Malam
Hikayat 1001 Malam telah mampu menyihir para sastrawan barat di era modern. Mereka yang ‘kesihir’ kehebatan kitab alf layla wa- layla itu antara lain:

GOETHE
Dia memiliki hubungan emosional yang erat dengan cerita rakyat asal Timut Tengah ini. Menurut Katharina Momsen, 1001 Malam mempunyai pengaruh kuat dalam karya-karya Goethe. Ia mulai tertarik dengan cerita-cerita itu sejak belia. Dalam beberapa puisinya, Goethe banyak menyebut ‘Syahrazaad’ (tokoh dalam Seribu Satu Malam). Salah satu novel terkenalnya Wilhelm Meisters Wanderjahre (Tahun-tahun pengembaraan di Wilhelm Meisters), menggunakan pola penceritaan Syahrazaad dalam 1001 Malam. Goethe tak hanya terpengaruh dengan pola penulisan yang disajikan dongeng rakyat Timur Tengah itu. Goethe juga kerap meminjam tema, judul cerita dan penokohan dari Seribu Satu Malam. ?

EDGAR ALLAN POE
Dia menulis cerita 1002 Malam. Cerita itu sangat terpengaruh dengan Hikayat 1001 Malam yang sangat populer.

BILL WILLINGHAM
Dia adalah pencipta buku komik seri fabel. Willingham menggunakan cerita 1001 Malam sebagai dasar cerita fabel yang dibuatnya yang berjudul 1001 Nights of Snowfall.

ALFRED TENNYSON DAN WILLIAM WORDSWORTH’S
Dongeng 1001 Malam ternyata juga telah memberi inspirasi terhadap syair dan puisi di Inggris. Puisi kedua penyair itu sangat dipengaruhi dongeng 1001 Malam. Pengaruh cerita rakyat itu mempengaruhi Alfred Tennyson dalam puisinya berjudul Recollections of the Arabian Nights (1830). Sedangkan puisi karya William Wordsworth’s yang terinspirasi 1001 Malam berjudul ‘The Prelude’ (1805).


REPUBLIKA - Selasa, 22 Juli 2008
Penulis :  heri ruslan 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar