Yogyakarta - Sastra adalah karya cipta dan rasa.
Kegiatan kreatif ini juga bisa menjadi sarana untuk pembentukan karakter suatu
bangsa yang beradab. Apalagi, dalam sastra kaya akan nilai-nilai. Jika kualitas
sastra menurun, bagaimana dengan pembentukan karakter bangsa beradab yang ingin
dicapai? Sastrawan Taufiq Ismail menyampaikan kegelisahannya itu dalam
sarasehan kebudayaan bertema ‘Menemukan Kembali Esensi Kebudayaan Indonesia
dalam Rangka Membentuk Karakter Bangsa’ di Auditorium UNY, Kamis (27/10/2011). Event
digelar oleh Komunitas Studi Budaya, UKMF Muslim Al-Huda dan Mahasiswa FBS UNY.
Dalam penilaian Taufiq, keberlangsungan sastra harus terus digalakkan dan
digiatkan sejak dini. Kualitas pembelajaran juga harus ditingkatkan. Diakui,
meskipun saat ini banyak bermunculan sastrawan dengan hasil
karya yang berjubel, namun dari segi kualitas masih sangat minim. “Perkembangan sastra saat ini cukup bagus, hanya saja dari isinnya masih kurang greget. Ini disebabkan karena banyak sastrawan yang tidak suka membaca dan menulis dengan serius,” ujar Taufiq. Hal ini dibuktikan dengan banyaknya sastrawan yang mengekor pendahulunya.
Padahal,
lanjut Taufiq, kualitas membaca dan menulis menjadi pilar dalam mewujudkan
sastrawan berkualitas. Pembelajaran sastra di sekolah-sekolah juga mengalami
kemunduran. Bahkan, saat ini banyak orang gandrung dengan bahasa asing daripada
bahasa Indonesia, sungguh memprihatinkan. Karena itu, pihaknya terus berjuang
bagaimana agar kurikulum pendidikan bisa berpihak kepada pengembangan sastra di
tanah air. “Kalau bisa pembelajaran penulisan cerpen, pembacaan puisi dan
kegiatan penulisan lainnya bisa ditingkatkan di sekolah-sekolah sejak dini,”
harapnya.
“Dalam impian
saya, terbayang sebuah kelas yang penuh dengan pelajaran sastra, siswa-siswanya
diberikan buku antologi sastra, mulai dari puisi atau cerpen. Lalu mereka
diminta membaca dan mendiskusikan bersama-sama,” ujarnya. Dengan pembelajaran
bersama, dan peningkatan kualitas membaca dan menulis diharapkan kualitas
sastra akan banyak bermunculan. Impian tersebut, lanjut Taufiq, membutuhkan
guru bahasa dan sastra yang berkualitas dan prima, yang suka membaca dan pintar
menulis. Fasilitas buku sastra di perpustakaan pun meningkat. Sehingga
cita-cita menuju manusia dengan peradaban yang bagus bisa tercapai.
Sumber: http://www.kr.co.id30/10/2011 12:16:49
|
Minggu, 06 November 2011
Taufiq Ismail: Kualitas Sastra Tentukan Peradaban
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Dengan semangat yang terus menggelora, Pak Taufiq pun menyampaikan hal ini pada seminar mmperingati bulan bahasa di kampus saya.
BalasHapuscita-cita yang mulia,sayang sarana pendukung tidak memadai. saya sendiri sebagai calon guru bahasa Indonesia merasa berat mewujudkan cita-cita ini. Bagaimana mau berkualitas, fasilitas tak memadai..dosen jarang masuk. kami sendiri masih banyak tanda tanya tentang kebahasaan yang sebenarnya itu diajarkan pada jenjang pendidikan dasar.