Tokoh ini terkenal sebagai ulama serta budaywan dan sastrawan Melayu
terkemuka pada abad 19 dengan karya kaya beraliran Riau. Beliau lahir sekitar tahun 1809 di Pulau Penyengat,
sebuah daerah yang dikenal sebagai pusat keilmuan Melayu Islam penting di abad ke 19. Ia wafat dalam
usia 63 tahun dan dimakamkan di pulau Penyengat pada tahun 1872.
Raja Ali Haji adalah keturunan bangsawan Bugis yang mendiami Pulau
Penyengat, tidak jauh dari Tanjungpinang (Pulau Bintan). Ayahnya bernama Raja
Ahmad. Sementara kakeknya bernama Raja Haji, seorang pahlawan Bugis terkenal.
Ia tercatat juga pernah menjabat sebagai yamtuan muda (yang dipertuan
muda-perdana menteri) ke-4 dalam Kesultanan Johor-Riau. Orang-orang Bugis tiba di
kawasan tersebut sekitar abad 18. Pada saat yang bersamaan tengah terjadi
perebutan kekuasaan antara para pewaris
Kesultanan Johor setelah terbunuhnya Sultan Mahmud Syah II. Mereka bangga terhadap asal usul, hubungan kekerabatan dan tetap merasa sebagai bagian integral masyarakat Melayu-Bugis.
Kesultanan Johor setelah terbunuhnya Sultan Mahmud Syah II. Mereka bangga terhadap asal usul, hubungan kekerabatan dan tetap merasa sebagai bagian integral masyarakat Melayu-Bugis.
Raja Haji (kakek Raja Ali
Haji) adalah yamtuan muda yang berhasil menjadikan kesultanan Johor-Riau
sebagai pusat dagang dan budaya paling penting di kawasan itu. Beliau wafat
ketika bertempur melawan Belanda tahun 1784. Raja Haji meninggalkan dua putra,
yaitu Raja Ahmad dan Raja Ja‘far. Raja Ahmad (ayah Raja Ali Haji) adalah
pangeran pertama dari Riau yang naik haji. Ia sangat menyukai bidang sejarah.
Salah satu karyanya "Syair Perang Johor" menguraikan tentang perang
antara Kesultanan Johor dan Kesultanan Aceh abad 17. Selain itu, Raja Ahmad
juga orang pertama yang menyusun sebuah epos tentang sejarah orang Bugis di
daerah Melayu dan hubungannya dengan raja-raja Melayu. Bakat menulis ini lantas
menurun kepada putranya, Raja Ali Haji. Sejak masih remaja, Raja Ali sering
mengikuti ayahnya berekspedisi ke sejumlah wilayah, termasuk ke Batavia,
perjalanan dagang serta naik haji ke Tanah Suci. Pengalaman bepergian ini
secara langsung memberikan wawasan pengetahuan luas pada Raja Ali.
Menginjak usia 20 tahun,
dia sudah diberikan tugas-tugas kenegaraan yang tergolong penting. Hingga
usianya 32 tahun, Raja Ali bersama sepupunya, Raja Ali bin Raja Ja‘far,
dipercaya memerintah di daerah Lingga, mewakili Sultan Mahmud Muzaffar Syah
yang masih berusia muda. Sudah sedari belia Raja Ali Haji dikenal sebagai ulama
dan sering dimintakan fatwanya oleh kerabat kerajaan. Pengetahuannya di bidang
agama sangat menonjol dan dimanfaatkan guna membimbing para guru agama di Riau
ketika itu. Pada waktu Raja Ali bin Raja Ja‘far diangkat menjadi yamtuan muda
tahun 1845, Raja Ali Haji juga dikukuhkan sebagai penasehat keagamaan negara.
Kontribusi dan
sumbangsihnya di bidang intelektual adalah berupa sejumlah karyanya mengenai
masalah agama, sastra, politik, sejarah, filsafat serta hukum. Beliau memiliki
prestise yang tinggi di antara rekan-rekannya kendati waktu itu masih banyak
kaum intelektual lainnya. Di bidang sastra, satu karyanya berjudul Hikayat
Abdul Muluk merupakan karya sastrawan Riau yang pertama kali diterbitkan
pada tahun 1846. Dari sejak itu, banyaklah karya Raja Ali Haji terpublikasi.
Dalam beberapa buah karyanya, beliau selalu menekankan bahwa satu-satunya jalan
untuk mengatasi hawa nafsu dan mencegah terjadinya konflik adalah dengan taat
kepada hukum Allah SWT yang telah digariskan kitab suci Alquran.
Selain itu tiap-tiap
individu harus menjaga nama baik, ilmu dan akalnya. Pada setiap pesan etik yang
disampaikan, Raja Ali kerap menyisipkan lukisan peristiwa nyata yang terjadi di
masanya. Raja Ali pun tak lupa menyoroti akhlak kepemimpinan. Menurutnya, seorang raja
yang melalaikan tugasnya dan mendurhakai Tuhan tidak dapat diterima sebagai
penguasa lagi. Jabatannya itu harus
diserahkan kepada orang lain yang lebih tepat. Adapun pemimpin yang baik, urai
Raja Ali, adalah yang pantang terhadap hal-hal keduaniawian dan kemungkaran.
Sebaliknya raja yang buruk adalah yang punya sifat congkak, boros, dan tidak
memperhatikan sarana pendidikan. Sekian banyak hasil karya Raja Ali Haji, tampak
tidak pernah meninggalkan ciri khasnya, yakni mengakar pada tradisi
kesusastraan Islam serta Melayu, juga kesungguhannya dalam menyajikan sejarah
masa lalu disesuaikan dengan tuntutan kondisi di zamannya. Di samping itu,
karyanya berjudul Gurindam Dua Belas (1847) menjadi karya tak ternilai
bahkan paling menonjol di antara karya yang lain.
Lewat karya-karyanya,
membuktikan bahwa Raja Ali tak hanya sekadar sejarawan dalam arti sempit.
Beliau juga adalah guru dan teolog yang punya komitmen memelihara nilai
keislaman serta rasa tanggung jawab terhadap masyarakatnya. Sehingga untuk
melestarikan karya-karyanya, pada awal tahun 1890, segenap sanak keluarganya
mendirikan perkumpulan bernama Rusdyiah Club yang bergerak di bidang
pembinaan umat serta penerbitan buku bersifat Islami. Raja Ali Haji dimakamkan
di Pulau Penyengat yang memiliki nilai sejarah tinggi. Di pulau ini terdapat
banyak peninggalan Kerajaan Melayu. Ketika pusat kerajan Riau dipindahkan ke
Pulau Penyengat tahun 1900, dibangunlah sebuah istana yang disebut Kedaton.
Di kompleks pemakaman Engku
Putri Raja Hamida terdapat makam Radja Ali Haji. Makam Raja Ali Haji terletak
di luar bangunan utama Makam Engku Putri. Karyanya Gurindam Dua Belas
diabadikan di sepanjang dinding bangunan makam. Setiap pengunjung dapat membaca
atau mencatat karya besarnya yang luar biasa indah tersebut. Yus
Menikmati Keindahan Gurindam
Dua Belas
Gurindam Dua Belas merupakan karya besar Raja
Ali Haji (1809 - 1872). Gurindam termasuk bentuk
puisi lama yang banyak terdapat dalam masyarakat Melayu Indonesia. Gurindam
yang terkenal ialah Gurindam Dua Belas karya Raja Ali Haji. Ini bukan
berarti gurindam yang berjumlah dua belas buah. Ia adalah gurindam yang berisi
dua belas pasal yang menyangkut persoalan ibadah, perseorangan, kewajiban raja,
kewajiban anak terhadap orang tua, tugas orang tua terhadap anak, sifat-sifat
bermasyarakat dan sebagainya. Gurindam biasanya terdiri
dari sebuah kalimat majemuk, yang dibagi menjadi dua baris yang bersajak.
Tiap-tiap baris itu sebuah kalimat dan perhubungan antara kedua kalimat,
biasanya antara anak kalimat dengan induk kalimat. Jumlah suku kata tiap-tiap
baris tidak ditentukan, demikian juga iramanya tidak tetap. Gurindam adalah
untuk mengatakan sesuatu yang benar melalui pepatah atau peribahasa.
Raja Ali Haji menerangkan
guridam sebagai berikut, "Adapun arti gurindam itu, yaitu perkataan yang
bersajak pada akhir pasangannya, tetapi sempurna perkataannya dengan satu
pasangannya saja, jadilah seperti sajak yang pertama itu syarat dan sajak yang
kedua itu jadi seperti jawab." Beberapa petikan Gurindam Dua Belas
:
Barang siapa mengenal Yang
Tersebut, tahulah ia makna takut
Barang siapa meninggalkan sembahyang, seperti rumah tiada bertiang
Barang siapa meninggalkan puasa, tidaklah mendapat dua termasa
Barang siapa meninggalkan zakat, tiadalah hartanya beroleh berkat
Barang siapa meninggalkan haji, tiadalah ia menyempurnakan janji
Barang siapa meninggalkan sembahyang, seperti rumah tiada bertiang
Barang siapa meninggalkan puasa, tidaklah mendapat dua termasa
Barang siapa meninggalkan zakat, tiadalah hartanya beroleh berkat
Barang siapa meninggalkan haji, tiadalah ia menyempurnakan janji
Itulah gurindam dari pasal
kedua. Masih ada sebelas pasal yang semuanya penuh berisi pesan
bermanfaat bagi semua. Secara lengkap Gurindam Dua Belas adalah
sebagai berikut
Ini
gurindam pasal yang pertama:
Barang siapa tiada memegang agama,
sekali-kali tiada boleh dibilangkan
nama.
Barang siapa mengenal yang empat,
maka ia itulah orang yang ma’rifat.
Barang siapa mengenal Allah,
suruh dan tegahnya tiada ia menyalah.
Barang siapa mengenal diri,
maka telah mengenal akan Tuhan yang
bahri.
Barang siapa mengenal dunia,
tahulah ia barang yang teperdaya.
Barang siapa mengenal akhirat,
tahulah ia dunia mudarat.
Ini
gurindam pasal yang kedua:
Barang siapa mengenal yang tersebut,
tahulah ia makna takut.
Barang siapa meninggalkan sembahyang,
seperti rumah tiada bertiang.
Barang siapa meninggalkan puasa,
tidaklah mendapat dua termasa.
Barang siapa meninggalkan zakat,
tiadalah hartanya beroleh berkat.
Barang siapa meninggalkan haji,
tiadalah ia menyempurnakan janji.
Ini
gurindam pasal yang ketiga:
Apabila terpelihara mata,
sedikitlah cita-cita.
Apabila terpelihara kuping,
khabar yang jahat tiadalah damping.
Apabila terpelihara lidah,
niscaya dapat daripadanya faedah.
Bersungguh-sungguh engkau memeliharakan
tangan,
daripada segala berat dan ringan.
Apabila perut terlalu penuh,
keluariah fi’il yang tiada senunuh.
Anggota tengah hendaklah ingat,
di situlah banyak orang yang hilang
semangat.
Hendaklah peliharakan kaki,
daripada berjalan yang membawa
rugi.
Ini
gurindam pasal yang keempat:
Hati kerajaan di dalam tubuh,
jikalau lalim segala anggotapun rubuh.
Apabila dengki sudah bertanah,
datanglah daripadanya beberapa anak
panah.
Mengumpat dan memuji hendaklah pikir,
di situlah banyak orang yang
tergelincir.
Pekerjaan marah jangan dibela,
nanti hilang akal di kepala.
Jika sedikitpun berbuat bohong,
boleh diumpamakan mulutnya itu pekong.
Tanda orang yang amat celaka,
aib dirinya tiada ia sangka.
Bakhil jangan diberi singgah,
itupun perampok yang amat gagah.
Barang siapa yang sudah besar,
janganlah kelakuannya membuat kasar.
Barang siapa perkataan kotor,
mulutnya itu umpama ketur.
Di mana tahu salah diri,
jika tidak orang lain yang
berperi.
Ini
gurindam pasal yang kelima:
Jika hendak mengenal orang berbangsa,
lihat kepada budi dan bahasa.
Jika hendak mengenal orang yang
berbahagia,
sangat memeliharakan yang sia-sia.
Jika hendak mengenal orang mulia,
lihatlah kepada kelakuan dia.
Jika hendak mengenal orang yang
berilmu,
bertanya dan beiajar tiadalah jemu.
Jika hendak mengenal orang yang
berakal,
di dalam dunia mengambil bekal.
Jika hendak mengenal orang yang baik
perangai,
lihat pada ketika bercampur dengan
orang ramai.
lni
gurindam pasal yang keenam:
Cahari olehmu akan sahabat,
yang boleh dijadikan obat.
Cahari olehmu akan guru,
yang boleh tahukan tiap seteru.
Cahari olehmu akan isteri,
yang boleh dimenyerahkan diri.
Cahari olehmu akan kawan,
pilih segala orang yang setiawan.
Cahari olehmu akan abdi,
yang ada baik sedikit budi.
Ini
gurindam pasal yang ketujuh:
Apabila banyak berkata-kata,
di situlah jalan masuk dusta.
Apabila banyak berlebih-lebihan suka,
itulah tanda hampirkan duka.
Apabila kita kurang siasat,
itulah tanda pekerjaan hendak sesat.
Apabila anak tidak dilatih,
jika besar bapanya letih.
Apabila banyak mencela orang,
itulah tanda dirinya kurang.
Apabila orang yang banyak tidur,
sia-sia sahajalah umur.
Apabila mendengar akan khabar,
menerimanya itu hendaklah sabar.
Apabila mendengar akan aduan,
membicarakannya itu hendaklah
cemburuan.
Apabila perkataan yang lemah-lembut,
lekaslah segala orang mengikut.
Apabila perkataan yang amat kasar,
lekaslah orang sekalian gusar.
Apabila pekerjaan yang amat benar,
tidak boleh orang berbuat onar.
Ini
gurindam pasal yang kedelapan:
Barang siapa khianat akan dirinya,
apalagi kepada lainnya.
Kepada dirinya ia aniaya,
orang itu jangan engkau percaya.
Lidah yang suka membenarkan dirinya,
daripada yang lain dapat kesalahannya.
Daripada memuji diri hendaklah sabar,
biar daripada orang datangnya khabar.
Orang yang suka menampakkan jasa,
setengah daripada syarik mengaku kuasa.
Kejahatan diri sembunyikan,
kebajikan diri diamkan.
Keaiban orang jangan dibuka,
keaiban diri hendaklah sangka.
Ini
gurindam pasal yang kesembilan:
Tahu pekerjaan tak baik, tetapi
dikerjakan,
bukannya manusia yaitulah syaitan.
Kejahatan seorang perempuan tua,
itulah iblis punya penggawa.
Kepada segala hamba-hamba raja,
di situlah syaitan tempatnya manja.
Kebanyakan orang yang muda-muda,
di situlah syaitan tempat berkuda.
Perkumpulan laki-laki dengan perempuan,
di situlah syaitan punya jamuan.
Adapun orang tua yang hemat,
syaitan tak suka membuat sahabat.
Jika orang muda kuat berguru,
dengan syaitan jadi berseteru.
Ini
gurindam pasal yang kesepuluh:
Dengan bapa jangan durhaka,
supaya Allah tidak murka.
Dengan ibu hendaklah hormat,
supaya badan dapat selamat.
Dengan anak janganlah lalai,
supaya boleh naik ke tengah balai.
Dengan isteri dan gundik janganlah
alpa,
supaya kemaluan jangan menerpa.
Dengan kawan hendaklah adil
supaya tangannya jadi kafil.
Ini
gurindam pasal yang kesebelas:
Hendaklah berjasa,
kepada yang sebangsa.
Hendaklah jadi kepala,
buang perangai yang cela.
Hendaklah memegang amanat,
buanglah khianat.
Hendak marah,
dahulukan hujjah.
Hendak dimulai,
jangan melalui.
Hendak ramai,
murahkan perangai.
Ini
gurindam pasal yang kedua belas:
Raja muafakat dengan menteri,
seperti kebun berpagarkan duri.
Betul hati kepada raja,
tanda jadi sebarang kerja.
Hukum adil atas rakyat,
tanda raja beroleh anayat.
Kasihan orang yang berilmu,
tanda rahmat atas dirimu.
Hormat akan orang yang pandai,
tanda mengenal kasa dan cindai.
Ingatkan dirinya mati,
itulah asal berbuat bakti.
Akhirat itu terlalu nyata,
kepada hati yang tidak buta.
Sumber:
- DE TWAALF SPREUKGEDIGHTEN. (E. Netscher dalam Tijds-chrift voor lndische taal, land-en volkenkunde).
- riaulingga.blogspot.com
terima kasih atas sharingnya....sy suka sekali..:-)
BalasHapus