Biography Salman Rushdie
Salman Rushdie bernama lengkap Ahmed Salman
Rushdie, ia lahir pada tanggal 19 Juni 1947 di Bombay India. Ia
lahir dari pasangan Anis Ahmed Rushdie dan Negin Butt, ayahnya adalah seorang
pengusaha yang telah dididik di Universitas Cambridge, di Inggris. Ketika ia
beranjak umur 14 tahun ia dikirim untuk ke Inggris di Universitas Rugby
school. Dan pada tahun 1964 orang tua Rushdie pindah ke Karachi, Pakistan,
bergabung dengan enggan Eksodus Muslim – selama bertahun – tahun terjadi perang
antara India – Pakistan. Ia mendapatkan gelar Sarjana di universitas tersebut,
yakni sarjana sejarah. Dan juga Rushdie adalah seorang novelis India. Pada tahun 1968, setelah lulus dari universitas, ia
pergi ke Pakistan, di mana keluarganya telah pindah ke tahun 1964, dan menetap
di Karachi. Di Inggris, ia bergabung dengan kelompok teater sebagai
aktor. Dia juga bekerja sebagai copywriter freelance untuk Ogilvy dan Mather dan
Charles Barker selama hampir satu dekade.
Adapun untuk perjalanan hidupnya
ia menikah empat kali. Ia menikah dengan istri pertamanya, Clarissa Luard, pada
tahun 1976. Dengannya ia memiliki seorang putra bernama Zafar.Namun,
setelah sebelas tahun, pada tahun 1987, pernikahan berakhir dengan
perceraian. Dia kemudian menikah Marianne Wiggins, seorang novelis Amerika
, pada tahun 1988. Perkawinan tidak berlangsung lama dan mereka bercerai
pada 1993. Ia menikah untuk ketiga kalinya kepada Elizabeth Barat dan kali
ini pernikahan berlangsung selama tujuh tahun dari 1997 hingga 2004. Dengannya
ia memiliki putra bernama Milan. Pada tahun 2004, ia menikah dengan model
terkenal Padma Lakshmi, yang menciptakan kehebohan besar di media karena perbedaan
usia mereka. Bahkan pernikahan ini terbukti menjadi singkat dan pasangan
segera bubar.
Dalam bersastra ia telah menciptakan banyak novel –
novel yang sangat bagus. Novel pertama Rushdie adalah “Grimus” diterbitkan
pada tahun 1975 tetapi tidak diterima baik oleh kedua kritikus dan pembaca. Novel ini adalah fantasi fiksi ilmiah. Ini adalah
kisah mengepakkan Eagle, penduduk asli Amerika yang berbakat dengan hidup kekal
dan masuk ke dalam menemukan arti tersembunyi dari kehidupan. Novel yang
kedua sekaligus mendapatkan penghargaan booker prize adalah “ Midnights Children” yang
diterbitkan lima tahun kemudian, adalah kisah mencengkeram India setelah
kemerdekaan dan menerima pujian kritis luas. Hal
ini diikuti oleh 'Shame', sebuah cerita berdasarkan gejolak politik
diPakistan.
Dan untuk novel keempatnya yang
membawa ia terkenal adalah berjudul The
Satanic Verses "diterbitkan pada tahun 1988, bukan karena manfaat
sastra, tetapi karena badai itu dibuat dalam dunia Islam. Dijuluki
menghujat karena penghinaan yang seharusnya Islam dan Nabi Muhammad, pemimpin
spiritual Iran ditempatkan Fatwa di kepalanya. Untuk sembilan tahun ke depan ia harus hidup di
bawah tanah, dilindungi oleh pemerintah Inggris,
dan terus menerus dibawah
ancaman kematian. luar negeri Iran menghapus semua tuduhan terhadap
Rushdie dan sejak itu ia mulai menjalani hidup normal. Setelah kejadian
ini ia terus buku authoring beberapa di antara mereka yang terakhir adalah 'si
enchantress dari Florence pada tahun 2008 dan' Luka dan Api Kehidupan pada
tahun 2010.
Latar belakang
lahirnya novel Midnights Children
Menurut beberapa sumber yang
telah saya baca bahwasannya karya ini terlahir dengan berbagai latar belakang
yang melatar belakanginya, baik itu dari pengalaman hidupnya dan
keluargannya, juga salah satu karya yang memiliki terobosan baru yakni tentang
interpretasi realitas kedalam sebuah imaginasi magis realistis, dimana seorang
Rushdie membawa para pembacanya melihat tempat kelahirannya pada perjalanan
imajinatif yang sebelumnya pembaca tidak lakukan. Midnights Children adalah novel yang berhubungan dengan
transisi India dari kolonialisme Inggris untuk kemerdekaan dan
partisi India. . Hal ini dianggap sebagai contoh sastra
postkolonial dan realisme magis . Kisah ini
diceritakan oleh tokoh utamanya, Saleem Sinai, dan diatur dalam konteks
peristiwa sejarah yang sebenarnya seperti dengan fiksi sejarah .
Midnights Children adalah alegori di
India sebelum dan, terutama, setelah kemerdekaan dan partisi India . Protagonis
dan narator cerita ini adalah Saleem Sinai , lahir pada saat yang
tepat ketika India menjadi negara yang merdeka. Ia lahir dengan kekuatan telepati , serta
hidung yang sangat besar dan terus menetes dengan rasa sangat sensitive
penciuman.
Buku ini diawali dengan kisah
keluarga Sinai, terutama dengan kejadian yang menyebabkan kemerdekaan India dan
Partisi. Salim lahir tepat pada tengah malam, 15 Agustus 1947, ini
bertepatan dengan kemerdekaan India pada tanggal 14 Agustus 1947.
Dia kemudian menemukan bahwa semua anak yang lahir di India antara 12
malam dan 1 pagi pada tanggal yang dijiwai dengan kekuatan
khusus. Saleem, dengan menggunakan kekuatan telepatinya , merakit
konfrensi anak tengah malam, itu artinya mencerminkan masalah yang dihadapi di
Negara India awal mengenai perbedaan budaya, bahasa, agama, dan politik yang
dihadapi oleh bangsa yang sangat beragam. Salim bertindak sebagai saluran telepati, membawa
ratusan anak geografis yang berbeda ke dalam kontak sementara juga berusaha
menemukan arti dari hadiah mereka. Secara khusus, anak-anak lahir paling
dekat dengan stroke hadiah memegang tengah malam lebih kuat dari yang
lain. Shiva "dari Lutut", musuh Salim, dan Parvati, yang disebut
"Parvati-si-penyihir," adalah dua dari anak-anak dengan hadiah
terkemuka dan peran dalam cerita Salim.
Sinopsis Midnight’s Children
Saleem Sinai merupakan narrator sekaligus tokoh protagonis dari novel “Mid Night Children” ini yang membuka
ceritanya dengan menjelaskan kelahirannya yang bertepatan dengan hari dn
tanggal kemerdekaan India dari British. Sekarang ia berumur 31 tahun dan dia
merasa bahwa waktu berjalan sangat cepat. Dia percaya bahwa waktu akan berakhir
dan dia harus menceritakan semua cerita yang menjerat hatinya sebelum ia
meninggal.
Cerita saleem di mulai di kashmir, 32 tahun sebelum kelahiranya, di tahun
1915, dia mengawali cerita dari kakeknya yang bernama Abdul Aziz yang juga
merupakan seorang dokter, yang mulai mengobati Naseem, perempuan yang menjadi
nenek Saleem. Selama tiga tahun Adam Aziz mengobati Naseem. Naseem selalu ditutupi
oleh selembar selimut dengan lubang kecil untuk memperlihatkan bagian dirinya
yang sakit. Adam Aziz pertama kali melihat wajah calon istrinya pada hari
perang dunia 1berakhir, pada tahun 1918.
Adam aziz menikah dengan Naseem, dan pindah Ke agra, Adam dan Naseem memiliki
tiga orang anak perempuan, Alia, mumtaz, dan emerald, dan dua anak laki- laki,
Mustapha dan hanif. Adam menjadi pengikut dari aktifis Mian Abdullah, yang merupakan seorang anti sikap
partisis dan yang akhirnya mengakibatkan kematian Abdullah itu sendiri, dan
akhirnya Adam Aziz menyembunyikan asisten Abdullah, Nadir Khan, meskipun
ditentang oleh istrinya. Walaupun Nadir hidup di ruang bawah di rumah dokter
Adam namun ia jatuh cinta dengan Mumtaz, dan keduany secara
diam- diam menikah. Namun, setelah menikah selama 2 tahun,Adam Aziz menemukan
bahwa anaknya masih perawan, Nadir khan dan Mumtaz belum menyempurnakan
perkawinan mereka. Akhirnya Nadir Khan di perintahkan untuk pergi ketika adik
Mumtaz, Emerald, mengatakan Mayor Zulfikar dari tentara pakistan akan segera
melamarnya. Karean di inggal oleh suaminya, Mumtaz setuju untuk menikah dengan
Ahmed Sinai, seorang pedagang muda.
Mumtaaz akhirnya mengganti namanya menjadi Amina dan pindah ke Delhi dengan
suami baru. Ketika akhirny dia hamil. Ia pergi ke peramal keberuntungan yang
memberikan ramalan samar tentang anak yang di kandungnya dan mengtakan bahwa
anaknya itu tidak akan lebih tua ataupun lebih muda dari negaranya. Setelah
organisasi teroris membakar toko Ahmed, Amina dan suaminya pindah ke Bombay dan
membeli rumah dari orang Inggris yang bernama William Methwold, yang meiliki perkebunan di puncak bukit.
Wee
Willie Winky, yang merupakan seorang miskin dan menjadintukang hibur
di keluarga William
Methwold mengatakan bahwa istrinya, Vnita juga mengharapkan
segera punya anak. Tanpa diketahui Wee Willie Winky, Vanita berselingkuh dengan William Methwold dan dia juga merupakan ayah biologis dari anak yan dikandung oleh Vanita
dan bukan
Wee Willie Winky. Amina dan Vanita
keduanya pergi ke seorang dukun, dan,tepat pada tengah malam, masing- masing
wanita tersebut melahirkan seorang putra.
Saleem adalah salah satu anak yang telh dilahirkan, dia memiliki hidung
besar dan mata biru yang dikira seperti kakeknya. Bebarapa tahun kemudian
lahirlah adik saleem.suatu hari ketika ia bersembunyi di toilet, ia melihat
ibunya yang sedang menangis di toilet tersebut. Akhirnya saleem di hukum hingga
Saleem tidak dapat berbicara dan untuk pertama kalinya Saleem mendengar
celotehan di kepalanya. Dia menyadari dia memiliki kekuatan telpati dan dapat
membaca pikiran orang lain. Akhirnya, Saleem mulai mendengarkan pikiran anak-anak lain yang lahir
sam dengan dengannya.
Suatu hari, Saleem kehilangan sebagian jarinya di sebuah kecelakaan dan dilarikan ke rumah sakit, dari
kecelakaan inilah orang tuanya mengetahui bahwa Saleem bukanlah anak biologis
mereka. Setelah
ia meninggalkan rumah sakit, Saleem dikirim untuk tinggal bersama Paman dan
Bibi Pia Hanif untuk sementara waktu. Tak lama setelah kembali ke rumah Saleem
kepada orang tuanya, Hanif melakukan bunuh diri. Sementara keluarganya
berduka akan kematian Hanif, Ahmed-sekarang merupukan seorang
alkoholik yang menjadikannya orang yang keras pada Amina,
mendorong dia untuk membawa Saleem dan adiknya
ke Pakistan,
Empat
tahun kemudian, setelah Ahmed menderita gagal jantung, Amina dan anak-anak
kembali ke Bombay. Saat itulah India sedang
perang dengan China, sedangkan hidung Saleem terkena
suatu penyakit dan terus-menerus mengalami operasi medis. Akibatnya, ia
kehilangan kekuatan telepati, tetapi, sebagai imbalan ia dapat dapatkan rasa penciuman yang luar biasa dan ia dapat mendeteksi emosi orang lain.
Saleem
seluruh keluarga pindah ke Pakistan setelah militer India terkalahkan oleh Cina. Adik perempuannya, sekarang
dikenal sebagai penyanyi Jamila, menjadi penyanyi yang paling
terkenal di Pakistan. Di akhir cerita, ketika Saleem di tangkap dan dibebaskan,
ia kembali ke india untuk mencari anak Parvati yang merupakan anak yang lahir
di tanggal sama dengan Saleem. Akhirnya Saleem menikah dengan Padma, yang
merupakan orang yang penyabar dan selalu mendengarkan Saleem pada hari ulang
tahunnya yang ke- 30, yang jatuh pada peringat ke-30 kemerdekaan India, Saleem
merasa bahwa dia akan mati pada hari itu, dan hacur menjadi jutaan debu.
Klasifikasi Isi Novel Midnight’s Children
Midnight’s Children terdiri dari tiga pembabakan,
yang disebut di situ sebagai tiga “buku”.
BUKU
SATU lah yang paling bernafaskan
postkolonialisme: yaitu perihal kelahiran sebuah bangsa, disertai segala
kehilangan dan keinginan menemukan kembali yang hilang itu. Tapi sebuah bangsa
baru yang lahir dari penjajahan lahir dari dua rahim pula, dan karenanya
medapat ciri sekaligus kehilangan rasa aman dari keduanya. Ini digambarkan dari
kelahiran “kembar” dua bayi tengah malam: Saleem Sinai dan Shiva. Mereka adalah
dua kelahiran yang terjadi dari rumah yang sama. Rumah Methwold. Sangat jelas,
Rumah Methwold adalah metafor dari kolonialisme dalam aspek peradabaannya.
Rumah Methwood adalah peradaban Inggris yang dibangun di tanah jajahan dan, menjelang
pengesahan kemerdekaan India, akan diwariskan kepada bangsa yang sebelumnya
dijajah. Tuan Methwold adalah representasi aristokrasi Inggris. Tapi, sebelum
angkat kaki, Tuan Methwold rupanya suka main gila dengan istri seorang pemain
akordion yang kerap tampil di rumah itu. Maka, di rumah itu ada dua kehamilan
menjelang kemerdekaan. Kehamilan putri Adaam Azis, yang telah diboyong suaminya
ke Mumbai dan menempati satu vila di Rumah Methwold. Serta, kehamilan istri
pemain akordion dalam hubungan gelap. Peradaban Inggris telah menghasilkan anak
haram dengan peradaban India. Si anak jadah akan lahir dari keluarga Hindu
kelas bawah. Yang satu lahir dari keluarga Islam kelas menengah. Di luar
representasi kelas ini (yang agaknya lebih menggambarkan latar pengarangnya),
ini adalah representasi konflik Hindu dan Muslim yang membayangi India sejak
dikandung dan beberapa tahun kemudian meletus dalam perpecahan India Pakistan.
Lahirlah kedua anak itu, dari rumah yang sama, di rumah sakit yang sama, pada
jam pertama kelahiran India.
Tapi, seorang suster beragama Katolik yang
patah hati pada seorang pemuda satu gereja yang murtad jadi komunis, menukar
takdir kedua bayi yang sama bermata biru dan berhidung besar. Ia berpikir
dengan mengganti identitas bayi-bayi itu ia menyumbang pada penyelesaian
konflik antara Hindu dan Muslim. Begitulah, cucu dari darah Adaam Azis yang
Khasmir terlahir sebagai Shiva dari keluarga Hindu miskin. Dan anak haram Tuan
Methwold dengan istri-tak-setia pemain-akordion-Hindu terlahir sebagai Saleem
Sinai dari keluarga Muslim kelas menengah. Di sinilah salah satu puncak
kepiawaian Rushdie. Ia seperti seorang pesulap yang membuat pembaca menikmati
ilusi sekalipun pembaca telah mengetahui itu sebagai sebuah ilusi. Narator
dalam novel ini adalah Saleem Sinai, dan kita percaya bahwa Adaam Azis yang
berasal dari Kashmir, dokter muda yang kehilangan iman dan mencari penggantinya
dalam pengertian di balik lubang seprai, itu adalah kakeknya meskipun kita tahu
itu bukan kakeknya. Kita tak pernah merasa bahwa Tuan Methwood adalah ayahnya
meskipun kita tahu bahwa bangsawan Inggris itu ayahnya. Lebih gawat lagi,
kita mengenali Saleem Sinai sebagai Saleem Sinai, padahal kita tahu bahwa dia
adalah Shiva. Dan Shiva sesungguhnya adalah Saleem Sinai. Salman Rusdhie
sungguh mewujudkan simulakrum antara yang riil dan imajiner, yang fakta dan
yang fiksi, yang bagi saya menggelitik pembaca Indonesia untuk memikirkan
kembali pendekatan politik identitas.
Pola-pola realisme-magis lebih banyak muncul pada BUKU DUA. Saleem Sinai dan semua anak
yang terlahir pada jam pertama kelahiran India itu, termasuk juga Shiva,
memiliki kelebihan supranatural. Saleem Sinai bisa mempertemukan mereka dalam
“konferensi anak-anak tengah malam” yang ikut membicarakan persoalan-persoalan
besar India–dengan cara pandang anak-anak yang segar dan ganjil. Di sanalah
Saleem bertemu dengan Shiva, yang samar-samar menakutkan dia, tanpa ia tahu
betul bahwa mereka adalah identitas yang tertukar. Ketakutan itu menarik.
Ketakutan itu bagaikan sebuah rasa tidak aman (lagi-lagi sebuah lubang dan
keretakan). Rasa tidak percaya diri pada keutuhan identitas. Di lini lain,
Saleem Sinai tetap bertumbuh sebagai anak pada umumnya. Peristiwa-peristiwa
hidup pribadinya bersimpulan dengan peristiwa-peristiwa sejarah India
pasca-kemerdekaan, sebagai sebuah kelanjutan dari pertalian kehidupan kakeknya
dengan peristiwa sejarah India pra-kemerdekaan. Peristiwa yang paling besar
adalah perpecahan India-Pakistan, yang mengakibatkan perpisahan keluarga besar
mereka pula.
Cerita bergulir menjadi semakin fantastis, dalam
arti kehidupan pribadi Saleem Sinai semakin menempel pada titik-titik krusial
sejarah India-Pakistan. Saleem terlibat dalam konspirasi pemisahan Bangladesh
dari Pakistan. Bagian ini agaknya menunjukkan kelekatan hati Salman Rushdie
pada India daripada Pakistan. Ia lebih terganggu oleh apa yang dilakukan Indira
Gandhi terhadap India daripada perebutan kekuasaan berdarah di Pakistan.
Pakistan seperti sudah meluncur ke nasib yang ditentukannya sendiri sehingga
tak perlu dibicarakan. Musuh utamanya adalah Indira Gandhi, yang dalam novel
ini menjadi paling bertanggungjawab atas runtuhnya cita-cita kemerdekaan.
Nyonya perdana menteri ini disebut sebagai Si Janda jahat, yang memang sejak
awal mengincar anak-anak tengah malam sebab mereka memiliki kemampuan khusus.
Pada akhirnya, pada BUKU TIGA, Si Janda memang berhasil menangkapi peserta konferensi
anak-anak tengah malam dan melakukan pengebirian terhadap mereka. Metafor dari
pengebirian terhadap pemikiran dan ide-ide segar mengenai kemerdekaan itu
sendiri. Saleem Sinai lepas dari rumah pengebirian itu sebagai sosok yang baru,
yang telah dikalahkan dan menjadi biasa-biasa saja. Hidupnya, untuk sementara,
diselamatkan oleh pekerjaan membuat acar. Dan acar ini, tentu saja, adalah
metafor dari preservasi sejarah. Midnight’s Children berseberangan secara diametral
dengan novel realisme-sosialis yang penuh visi untuk membangun dunia baru. Ia
tidak memberi harapan, termasuk harapan palsu. Ia tidak memberi
pemahaman, sebab setiap pemahaman melakukan penyederhanaan atau epoche-nya.
Penyederhaanaan yang dilakukan Midnight’s Children tidak bertujuan memberi
pemahaman melainkan, sebaliknya, mengguyah ide-ide stabil kita. Seperti
dikatakan di awal, ia adalah satire yang menggunakan eliminasi, seleksi,
hiberbolisme, dan program distorsi yang lain untuk membangun makna yang
ditawarkannya. Yaitu membongkar apa yang kita percaya sebagai sakral. Seperti
mitos nasionalisme, keutuhan bangsa, kekuasaan.
Novel dan puisi tidak harus menanggung beban
membangun visi utuh mengenai dunia seperti agama dan ideologi. Yang bisa
dijawab sebuah novel adalah yang berada dalam cakupannya saja. Yaitu bagaimana
ia membangun makna dengan unsur-unsur yang di dalam dirinya dan bukan dengan
perbandingan dengan dunia di luar novel itu. Dengan kata lain, pembacaan
yang lebih strukturalis. Tuduhan seperti, misalnya, bahwa Midnight’s Children
melecehkan sosialisme dan komunisme dengan penggambarannya atas kaum komunis
dan sosialis sebagai tukang sulap, penjinak ular, badut dan pemain sirkus yang
kacau barangkali bisa dibandingkan dengan bagaimana Rushdie sendiri bermain
sebagai tukang sulap dalam novel ini dengan menciptakan ilusi. Artinya, makna
tukang sulap dalam Midnight’s Children (bahkan karya lain Rushdie) barangkali
bukanlah makna sebenarnya. Menurut saya, ia justru memiliki simpati pada
pekerjaan-pekerjaan pencipta ilusi demikian. Pengolokannya atas banyak pihak
setara dengan pengolokannya terhadap diri sendiri pula. Tidak seperti
kecenderungan realisme-sosialis yang membikin representasi buruk hanya atas
musuh ideologi, Midnight’s Children membuat ejekan terhadap semua pihak
termasuk tokoh utama dan nilai-nilainya.
Dan akhirnya, bagi saya, novel ini menunjukkan
simpatinya terhadap orang miskin, atau mereka yang tersingkirkan. Bukan dengan
cara yang tertebak dan eksplisit dengan memberi kaum miskin makna dan harapan.
Simpati itu justru terlihat dari apa yang paling sedikit diceritakan. Yang
hilang, yaitu Saleem Sinai yang sesungguhnya. Ialah Shiva, yang ditukar dan
terjerembab dalam kemiskinan nyaris tiada akhir. Dialah mimesis bagi si
borjuis, yang sesungguhnya mendapatkan kemewahan bukan karena haknya. Borjuis
yang, seperti kebanyakan borjuis dan kaum kaya, merebut hak-hak itu
dengan memiskinkan orang lain. Seperti Saleem Sinai palsu, si anak haram,
merebutnya dari Saleem Sinai asli. Seorang yang lahir dari kelas menengah atau
lebih, seperti Salman Rushdie dan saya, tidak bisa benar-benar bicara atas nama
orang miskin. Kecuali jika kelak ia jatuh miskin. Seorang yang punya
pilihan tak bisa sungguh bicara atas nama orang yang tak punya pilihan. Dalam
hal khusus ini, saya menghargai Midnight’s Children karena ia tidak
berpretensi. Ia memilih jalan untuk menyatakan simpatinya dengan cara yang
otentik pada dirinya.
Sumber
- Salman Rusdhie. 1980. Midnight's Children.
- http://www.notablebiographies.com/Ro-Sc/Rushdie-Salman.html
- http://www.indobase.com/indians-abroad/salman-rushdie.html
- http://kirjasto.sci.fi/rushdie.htm
Tidak ada komentar:
Posting Komentar