Rabu, 19 Maret 2014

MIDNIGHT'S CHILDREN: SALMAN RUSDHIE

Biography Salman Rushdie
Salman Rushdie bernama lengkap Ahmed Salman Rushdie, ia lahir pada tanggal  19 Juni 1947 di Bombay India.  Ia lahir dari pasangan Anis Ahmed Rushdie dan Negin Butt, ayahnya adalah seorang pengusaha yang telah dididik di Universitas Cambridge, di Inggris. Ketika ia beranjak umur  14 tahun ia dikirim untuk ke Inggris di Universitas Rugby school. Dan pada tahun 1964 orang tua Rushdie pindah ke Karachi, Pakistan, bergabung dengan enggan Eksodus Muslim – selama bertahun – tahun terjadi perang antara India – Pakistan. Ia mendapatkan gelar Sarjana di universitas tersebut, yakni sarjana sejarah. Dan juga Rushdie adalah seorang novelis India. Pada tahun 1968, setelah lulus dari universitas, ia pergi ke Pakistan, di mana keluarganya telah pindah ke tahun 1964, dan menetap di Karachi.  Di Inggris, ia bergabung dengan kelompok teater sebagai aktor. Dia juga bekerja sebagai copywriter freelance untuk Ogilvy dan Mather dan Charles Barker selama hampir satu dekade. 

Adapun untuk perjalanan hidupnya ia menikah empat kali. Ia menikah dengan istri pertamanya, Clarissa Luard, pada tahun 1976. Dengannya ia memiliki seorang putra bernama Zafar.Namun, setelah sebelas tahun, pada tahun 1987, pernikahan berakhir dengan perceraian. Dia kemudian menikah Marianne Wiggins, seorang novelis Amerika , pada tahun 1988. Perkawinan tidak berlangsung lama dan mereka bercerai pada 1993. Ia menikah untuk ketiga kalinya kepada Elizabeth Barat dan kali ini pernikahan berlangsung selama tujuh tahun dari 1997 hingga 2004. Dengannya ia memiliki putra bernama Milan.  Pada tahun 2004, ia menikah dengan model terkenal Padma Lakshmi, yang menciptakan kehebohan besar di media karena perbedaan usia mereka. Bahkan pernikahan ini terbukti menjadi singkat dan pasangan segera bubar. 
Dalam bersastra ia telah menciptakan banyak novel – novel yang sangat bagus.  Novel pertama Rushdie adalah “Grimus” diterbitkan pada tahun 1975 tetapi tidak diterima baik oleh kedua kritikus dan pembaca. Novel ini adalah fantasi fiksi ilmiah. Ini adalah kisah mengepakkan Eagle, penduduk asli Amerika yang berbakat dengan hidup kekal dan masuk ke dalam menemukan arti tersembunyi dari kehidupan. Novel yang kedua  sekaligus mendapatkan penghargaan booker prize adalah “ Midnights Childrenyang diterbitkan lima tahun kemudian, adalah kisah mencengkeram India setelah kemerdekaan dan menerima pujian kritis luas. Hal ini diikuti oleh 'Shame', sebuah cerita berdasarkan gejolak politik diPakistan. 
Dan untuk novel keempatnya yang membawa ia terkenal adalah berjudul The Satanic Verses "diterbitkan pada tahun 1988, bukan karena manfaat sastra, tetapi karena badai itu dibuat dalam dunia Islam. Dijuluki menghujat karena penghinaan yang seharusnya Islam dan Nabi Muhammad, pemimpin spiritual Iran ditempatkan Fatwa di kepalanya. Untuk sembilan tahun ke depan ia harus hidup di bawah tanah, dilindungi oleh pemerintah Inggris,  dan terus menerus dibawah  ancaman kematian.  luar negeri Iran menghapus semua tuduhan terhadap Rushdie dan sejak itu ia mulai menjalani hidup normal. Setelah kejadian ini ia terus buku authoring beberapa di antara mereka yang terakhir adalah 'si enchantress dari Florence pada tahun 2008 dan' Luka dan Api Kehidupan pada tahun 2010. 


Latar belakang lahirnya novel Midnights Children
Menurut beberapa sumber yang telah saya baca bahwasannya karya ini terlahir dengan berbagai latar belakang yang melatar belakanginya, baik itu dari pengalaman hidupnya  dan keluargannya, juga salah satu karya yang memiliki terobosan baru yakni tentang interpretasi realitas kedalam sebuah imaginasi magis realistis, dimana seorang Rushdie membawa para pembacanya melihat tempat kelahirannya pada perjalanan  imajinatif yang sebelumnya pembaca tidak lakukan. Midnights Children adalah novel yang berhubungan dengan transisi India dari kolonialisme Inggris untuk  kemerdekaan dan partisi India.  . Hal ini dianggap sebagai contoh sastra postkolonial dan realisme magis . Kisah ini diceritakan oleh tokoh utamanya, Saleem Sinai, dan diatur dalam konteks peristiwa sejarah yang sebenarnya seperti dengan fiksi sejarah .
Midnights Children  adalah alegori  di India sebelum dan, terutama, setelah kemerdekaan dan partisi India . Protagonis dan narator cerita ini adalah Saleem Sinai , lahir pada saat yang tepat ketika India menjadi negara yang merdeka. Ia lahir dengan kekuatan telepati , serta hidung yang sangat besar dan terus menetes dengan rasa sangat sensitive penciuman.
Buku ini diawali dengan kisah keluarga Sinai, terutama dengan kejadian yang menyebabkan kemerdekaan India dan Partisi. Salim lahir tepat pada tengah malam, 15 Agustus 1947, ini bertepatan dengan kemerdekaan  India pada tanggal 14 Agustus 1947.  Dia kemudian menemukan bahwa semua anak yang lahir di India antara 12 malam  dan 1 pagi pada tanggal yang dijiwai dengan kekuatan khusus. Saleem, dengan menggunakan kekuatan telepatinya , merakit konfrensi anak tengah malam, itu artinya mencerminkan masalah yang dihadapi di Negara India awal mengenai perbedaan budaya, bahasa, agama, dan politik yang dihadapi oleh bangsa yang sangat beragam.  Salim bertindak sebagai saluran telepati, membawa ratusan anak geografis yang berbeda ke dalam kontak sementara juga berusaha menemukan arti dari hadiah mereka. Secara khusus, anak-anak lahir paling dekat dengan stroke hadiah memegang tengah malam lebih kuat dari yang lain. Shiva "dari Lutut", musuh Salim, dan Parvati, yang disebut "Parvati-si-penyihir," adalah dua dari anak-anak dengan hadiah terkemuka dan peran dalam cerita Salim.

Sinopsis Midnight’s Children
Saleem Sinai merupakan narrator sekaligus tokoh protagonis dari novel “Mid Night Children” ini yang membuka ceritanya dengan menjelaskan kelahirannya yang bertepatan dengan hari dn tanggal kemerdekaan India dari British. Sekarang ia berumur 31 tahun dan dia merasa bahwa waktu berjalan sangat cepat. Dia percaya bahwa waktu akan berakhir dan dia harus menceritakan semua cerita yang menjerat hatinya sebelum ia meninggal.
Cerita saleem di mulai di kashmir, 32 tahun sebelum kelahiranya, di tahun 1915, dia mengawali cerita dari kakeknya yang bernama Abdul Aziz yang juga merupakan seorang dokter, yang mulai mengobati Naseem, perempuan yang menjadi nenek Saleem. Selama tiga tahun Adam Aziz mengobati Naseem. Naseem selalu ditutupi oleh selembar selimut dengan lubang kecil untuk memperlihatkan bagian dirinya yang sakit. Adam Aziz pertama kali melihat wajah calon istrinya pada hari perang dunia 1berakhir, pada tahun 1918.
Adam aziz menikah dengan Naseem, dan pindah Ke agra, Adam dan Naseem memiliki tiga orang anak perempuan, Alia, mumtaz, dan emerald, dan dua anak laki- laki, Mustapha dan hanif. Adam menjadi pengikut dari aktifis Mian Abdullah, yang merupakan seorang anti sikap partisis dan yang akhirnya mengakibatkan kematian Abdullah itu sendiri, dan akhirnya Adam Aziz menyembunyikan asisten Abdullah, Nadir Khan, meskipun ditentang oleh istrinya. Walaupun Nadir hidup di ruang bawah di rumah dokter Adam namun ia jatuh cinta dengan Mumtaz, dan keduany secara diam- diam menikah. Namun, setelah menikah selama 2 tahun,Adam Aziz menemukan bahwa anaknya masih perawan, Nadir khan dan Mumtaz belum menyempurnakan perkawinan mereka. Akhirnya Nadir Khan di perintahkan untuk pergi ketika adik Mumtaz, Emerald, mengatakan Mayor Zulfikar dari tentara pakistan akan segera melamarnya. Karean di inggal oleh suaminya, Mumtaz setuju untuk menikah dengan Ahmed Sinai, seorang pedagang muda.
Mumtaaz akhirnya mengganti namanya menjadi Amina dan pindah ke Delhi dengan suami baru. Ketika akhirny dia hamil. Ia pergi ke peramal keberuntungan yang memberikan ramalan samar tentang anak yang di kandungnya dan mengtakan bahwa anaknya itu tidak akan lebih tua ataupun lebih muda dari negaranya. Setelah organisasi teroris membakar toko Ahmed, Amina dan suaminya pindah ke Bombay dan membeli rumah dari orang Inggris yang bernama William Methwold, yang meiliki perkebunan di puncak bukit.
Wee Willie Winky, yang merupakan seorang miskin dan menjadintukang hibur di keluarga William Methwold mengatakan bahwa istrinya, Vnita juga mengharapkan segera punya anak. Tanpa diketahui Wee Willie Winky, Vanita berselingkuh dengan William Methwold dan dia juga merupakan ayah biologis dari anak yan dikandung oleh Vanita dan bukan Wee Willie Winky. Amina dan Vanita keduanya pergi ke seorang dukun, dan,tepat pada tengah malam, masing- masing wanita tersebut melahirkan seorang putra.
Saleem adalah salah satu anak yang telh dilahirkan, dia memiliki hidung besar dan mata biru yang dikira seperti kakeknya. Bebarapa tahun kemudian lahirlah adik saleem.suatu hari ketika ia bersembunyi di toilet, ia melihat ibunya yang sedang menangis di toilet tersebut. Akhirnya saleem di hukum hingga Saleem tidak dapat berbicara dan untuk pertama kalinya Saleem mendengar celotehan di kepalanya. Dia menyadari dia memiliki kekuatan telpati dan dapat membaca pikiran orang lain. Akhirnya, Saleem mulai mendengarkan  pikiran anak-anak lain yang lahir sam dengan dengannya.
Suatu hari, Saleem kehilangan sebagian jarinya di sebuah  kecelakaan dan dilarikan ke rumah sakit, dari kecelakaan inilah orang tuanya mengetahui bahwa Saleem bukanlah anak biologis mereka. Setelah ia meninggalkan rumah sakit, Saleem dikirim untuk tinggal bersama Paman dan Bibi Pia Hanif untuk sementara waktu. Tak lama setelah kembali ke rumah Saleem kepada orang tuanya, Hanif melakukan bunuh diri. Sementara keluarganya berduka akan kematian Hanif, Ahmed-sekarang merupukan seorang alkoholik yang menjadikannya orang yang  keras pada Amina, mendorong dia untuk membawa Saleem dan adiknya ke Pakistan,
Empat tahun kemudian, setelah Ahmed menderita gagal jantung, Amina dan anak-anak kembali ke Bombay. Saat itulah India sedang perang dengan China, sedangkan hidung Saleem terkena suatu penyakit dan terus-menerus mengalami operasi medis. Akibatnya, ia kehilangan kekuatan telepati, tetapi, sebagai imbalan ia dapat dapatkan rasa penciuman yang luar biasa   dan ia dapat mendeteksi emosi orang lain.
Saleem seluruh keluarga pindah ke Pakistan setelah militer India terkalahkan oleh Cina. Adik perempuannya, sekarang dikenal sebagai penyanyi Jamila, menjadi penyanyi yang paling terkenal di Pakistan. Di akhir cerita, ketika Saleem di tangkap dan dibebaskan, ia kembali ke india untuk mencari anak Parvati yang merupakan anak yang lahir di tanggal sama dengan Saleem. Akhirnya Saleem menikah dengan Padma, yang merupakan orang yang penyabar dan selalu mendengarkan Saleem pada hari ulang tahunnya yang ke- 30, yang jatuh pada peringat ke-30 kemerdekaan India, Saleem merasa bahwa dia akan mati pada hari itu, dan hacur menjadi jutaan debu.

                                            
Klasifikasi Isi Novel Midnight’s Children
Midnight’s Children terdiri dari tiga pembabakan, yang disebut di situ sebagai tiga “buku”.
BUKU SATU lah yang paling bernafaskan postkolonialisme: yaitu perihal kelahiran sebuah bangsa, disertai segala kehilangan dan keinginan menemukan kembali yang hilang itu. Tapi sebuah bangsa baru yang lahir dari penjajahan lahir dari dua rahim pula, dan karenanya medapat ciri sekaligus kehilangan rasa aman dari keduanya. Ini digambarkan dari kelahiran “kembar” dua bayi tengah malam: Saleem Sinai dan Shiva. Mereka adalah dua kelahiran yang terjadi dari rumah yang sama. Rumah Methwold. Sangat jelas, Rumah Methwold adalah metafor dari kolonialisme dalam aspek peradabaannya. Rumah Methwood adalah peradaban Inggris yang dibangun di tanah jajahan dan, menjelang pengesahan kemerdekaan India, akan diwariskan kepada bangsa yang sebelumnya dijajah. Tuan Methwold adalah representasi aristokrasi Inggris. Tapi, sebelum angkat kaki, Tuan Methwold rupanya suka main gila dengan istri seorang pemain akordion yang kerap tampil di rumah itu. Maka, di rumah itu ada dua kehamilan menjelang kemerdekaan. Kehamilan putri Adaam Azis, yang telah diboyong suaminya ke Mumbai dan menempati satu vila di Rumah Methwold. Serta, kehamilan istri pemain akordion dalam hubungan gelap. Peradaban Inggris telah menghasilkan anak haram dengan peradaban India. Si anak jadah akan lahir dari keluarga Hindu kelas bawah. Yang satu lahir dari keluarga Islam kelas menengah. Di luar representasi kelas ini (yang agaknya lebih menggambarkan latar pengarangnya), ini adalah representasi konflik Hindu dan Muslim yang membayangi India sejak dikandung dan beberapa tahun kemudian meletus dalam perpecahan India Pakistan. Lahirlah kedua anak itu, dari rumah yang sama, di rumah sakit yang sama, pada jam pertama kelahiran India.
Tapi, seorang suster beragama Katolik  yang patah hati pada seorang pemuda satu gereja yang murtad jadi komunis, menukar takdir kedua  bayi yang sama bermata biru dan berhidung besar. Ia berpikir dengan mengganti identitas bayi-bayi itu ia menyumbang pada penyelesaian konflik antara Hindu dan Muslim. Begitulah, cucu dari darah Adaam Azis yang Khasmir terlahir sebagai Shiva dari keluarga Hindu miskin. Dan anak haram Tuan Methwold dengan istri-tak-setia pemain-akordion-Hindu terlahir sebagai Saleem Sinai dari keluarga Muslim kelas menengah. Di sinilah salah satu puncak kepiawaian Rushdie. Ia seperti seorang pesulap yang membuat pembaca menikmati ilusi sekalipun pembaca telah mengetahui itu sebagai sebuah ilusi. Narator dalam novel ini adalah Saleem Sinai, dan kita percaya bahwa Adaam Azis yang berasal dari Kashmir, dokter muda yang kehilangan iman dan mencari penggantinya dalam pengertian di balik lubang seprai, itu adalah kakeknya meskipun kita tahu itu bukan kakeknya. Kita tak pernah merasa bahwa Tuan Methwood adalah ayahnya meskipun kita tahu bahwa bangsawan Inggris itu ayahnya. Lebih  gawat lagi, kita mengenali Saleem Sinai sebagai Saleem Sinai, padahal kita tahu bahwa dia adalah Shiva. Dan Shiva sesungguhnya adalah Saleem Sinai. Salman Rusdhie sungguh mewujudkan simulakrum antara yang riil dan imajiner, yang fakta dan yang fiksi, yang bagi saya menggelitik pembaca Indonesia untuk memikirkan kembali pendekatan politik identitas.
Pola-pola realisme-magis lebih banyak muncul pada BUKU DUA. Saleem Sinai dan semua anak yang terlahir pada jam pertama kelahiran India itu, termasuk juga Shiva, memiliki kelebihan supranatural. Saleem Sinai bisa mempertemukan mereka dalam “konferensi anak-anak tengah malam” yang ikut membicarakan persoalan-persoalan besar India–dengan cara pandang anak-anak yang segar dan ganjil. Di sanalah Saleem bertemu dengan Shiva, yang samar-samar menakutkan dia, tanpa ia tahu betul bahwa mereka adalah identitas yang tertukar. Ketakutan itu menarik. Ketakutan itu bagaikan sebuah rasa tidak aman (lagi-lagi sebuah lubang dan keretakan). Rasa tidak percaya diri pada keutuhan identitas. Di lini lain, Saleem Sinai tetap bertumbuh sebagai anak pada umumnya. Peristiwa-peristiwa hidup pribadinya bersimpulan dengan peristiwa-peristiwa sejarah India pasca-kemerdekaan, sebagai sebuah kelanjutan dari pertalian kehidupan kakeknya dengan peristiwa sejarah India pra-kemerdekaan. Peristiwa yang paling besar adalah perpecahan India-Pakistan, yang mengakibatkan perpisahan keluarga besar mereka pula.
Cerita bergulir menjadi semakin fantastis, dalam arti kehidupan pribadi Saleem Sinai semakin menempel pada titik-titik krusial sejarah India-Pakistan. Saleem terlibat dalam konspirasi pemisahan Bangladesh dari Pakistan. Bagian ini agaknya menunjukkan kelekatan hati Salman Rushdie pada India daripada Pakistan. Ia lebih terganggu oleh apa yang dilakukan Indira Gandhi terhadap India daripada perebutan kekuasaan berdarah di Pakistan. Pakistan seperti sudah meluncur ke nasib yang ditentukannya sendiri sehingga tak perlu dibicarakan. Musuh utamanya adalah Indira Gandhi, yang dalam novel ini menjadi paling bertanggungjawab atas runtuhnya cita-cita kemerdekaan. Nyonya perdana menteri ini disebut sebagai Si Janda jahat, yang memang sejak awal mengincar anak-anak tengah malam sebab mereka memiliki kemampuan khusus.
     Pada akhirnya, pada BUKU TIGA, Si Janda memang berhasil menangkapi peserta konferensi anak-anak tengah malam dan melakukan pengebirian terhadap mereka. Metafor dari pengebirian terhadap pemikiran dan ide-ide segar mengenai kemerdekaan itu sendiri. Saleem Sinai lepas dari rumah pengebirian itu sebagai sosok yang baru, yang telah dikalahkan dan menjadi biasa-biasa saja. Hidupnya, untuk sementara, diselamatkan oleh pekerjaan membuat acar. Dan acar ini, tentu saja, adalah metafor dari preservasi sejarah. Midnight’s Children berseberangan secara diametral dengan novel realisme-sosialis yang penuh visi untuk membangun dunia baru. Ia tidak memberi harapan, termasuk harapan palsu.  Ia tidak memberi pemahaman, sebab setiap pemahaman melakukan penyederhanaan atau epoche-nya. Penyederhaanaan yang dilakukan Midnight’s Children tidak bertujuan memberi pemahaman melainkan, sebaliknya, mengguyah ide-ide stabil kita. Seperti dikatakan di awal, ia adalah satire yang menggunakan eliminasi, seleksi, hiberbolisme, dan program distorsi yang lain untuk membangun makna yang ditawarkannya. Yaitu membongkar apa yang kita percaya sebagai sakral. Seperti mitos nasionalisme, keutuhan bangsa, kekuasaan.
Novel dan puisi tidak harus menanggung beban membangun visi utuh mengenai dunia seperti agama dan ideologi. Yang bisa dijawab sebuah novel adalah yang berada dalam cakupannya saja. Yaitu bagaimana ia membangun makna dengan unsur-unsur yang di dalam dirinya dan bukan dengan perbandingan dengan dunia  di luar novel itu. Dengan kata lain, pembacaan yang lebih strukturalis. Tuduhan seperti, misalnya, bahwa Midnight’s Children melecehkan sosialisme dan komunisme dengan penggambarannya atas kaum komunis dan sosialis sebagai tukang sulap, penjinak ular, badut dan pemain sirkus yang kacau barangkali bisa dibandingkan dengan bagaimana Rushdie sendiri bermain sebagai tukang sulap dalam novel ini dengan menciptakan ilusi. Artinya, makna tukang sulap dalam Midnight’s Children (bahkan karya lain Rushdie) barangkali bukanlah makna sebenarnya. Menurut saya, ia justru memiliki simpati pada pekerjaan-pekerjaan pencipta ilusi demikian. Pengolokannya atas banyak pihak setara dengan pengolokannya terhadap diri sendiri pula. Tidak seperti kecenderungan realisme-sosialis yang membikin representasi buruk hanya atas musuh ideologi, Midnight’s Children membuat ejekan terhadap semua pihak termasuk tokoh utama dan nilai-nilainya.
Dan akhirnya, bagi saya, novel ini menunjukkan simpatinya terhadap orang miskin, atau mereka yang tersingkirkan. Bukan dengan cara yang tertebak dan eksplisit dengan memberi kaum miskin makna dan harapan. Simpati itu justru terlihat dari apa yang paling sedikit diceritakan. Yang hilang, yaitu Saleem Sinai yang sesungguhnya. Ialah Shiva, yang ditukar dan terjerembab dalam kemiskinan nyaris tiada akhir. Dialah mimesis bagi si borjuis, yang sesungguhnya mendapatkan kemewahan bukan karena haknya. Borjuis yang, seperti kebanyakan borjuis dan kaum kaya,  merebut hak-hak itu dengan memiskinkan orang lain. Seperti Saleem Sinai palsu, si anak haram, merebutnya dari Saleem Sinai asli. Seorang yang lahir dari kelas menengah atau lebih, seperti Salman Rushdie dan saya, tidak bisa benar-benar bicara atas nama orang miskin.  Kecuali jika kelak ia jatuh miskin. Seorang yang punya pilihan tak bisa sungguh bicara atas nama orang yang tak punya pilihan. Dalam hal khusus ini, saya menghargai Midnight’s Children karena ia tidak berpretensi. Ia memilih jalan untuk menyatakan simpatinya dengan cara yang otentik pada dirinya.

 Sumber
  1. Salman Rusdhie. 1980. Midnight's Children.   
  2. http://www.notablebiographies.com/Ro-Sc/Rushdie-Salman.html
  3. http://www.indobase.com/indians-abroad/salman-rushdie.html
  4. http://kirjasto.sci.fi/rushdie.htm
  5.  

Tidak ada komentar:

Posting Komentar