Pendahuluan
Karya sastra Muslim
di Timur
Tengah adalah sebuah karya sastra yang berisi tentang berbagai
dimensi kehidupan masyarakat Muslim di Timur Tengah,
mulai dari budaya, tradisi, setting, dan yang terpenting adalah latar
belakang pengarang berasal dari Timur Tengah. Ia bersifat
realis, tidak bersifat fantasi. Di antara salah satu karya
sastra yang lahir di wilayah ini adalah Perempuan di Titik Nol (PTN) karya
Nawal el Saadawi.
Nawal el
Saadawi adalah seorang dokter bangsa Mesir. Ia terkenal di seluruh dunia
sebagai novelis dan penulis wanita pejuang hak-hak wanita. Dilahirkan di sebuah
desa bernama Karf Tahla di tepi sungai Nil, ia memulai prakteknya di daerah
pedesaan, kemudian di rumah sakit - rumah sakit di Kairo, dan terakhir menjadi
Direktur Kesehatan Masyarakat Mesir.
Kehadiran Nawal dalam mendobrak
ketidakadilan atas perempuan Mesir, menakuti Anwar el Sadat selaku pimpinan
Negara pada saat itu. Nawal dianggap membahayakan nasionalis Mesir dengan
karya-karyanya yang mencoba menyudutkan budaya patriarki sebagai budaya yang
memiliki pengikut terbanyak di Mesir kala itu.
Mesir
Pada Tahun 1970an
Seperti
sudah diketahui sebelumnya, Perempuan di Titik Nol merupakan novel karya Nawal
el Saadawi yang lahir pada tahun 1973. Dan pada
tahun yang sama Mesir mengalami goncangan dahsyat dari pemerintahan Israel.
Mesir dibantu oleh Syria untuk melancarkan serangan-serangan terhadap angkatan
bersenjata Israel. Perang pun tidak bisa dihindari, perselisihan antara Mesir
dan Israel berlangsung dari 06 Oktober hingga 25 Otktober 1973, oleh karena itu
perang tersebut dikenal sebagai Perang Oktober
atau Ramadhan atau Perang Yom Kippur. Seperti dalam Perang Atrisi sebelumnya,
tujuan negara-negara Arab adalah mendapatkan kembali wilayah yang diduduki oleh
Israel sejak Perang 1967.
Kesombongan orang-orang Israel terhadap bangsa Arab telah
menyesatkan bukan hanya dunia melainkan juga diri mereka sendiri. Sebagaimana
terbukti kemudian, Israel mengalami salah satu kegagalan intelijen militer
paling besar ketika Israel tidak mengantisipasi serangan gabungan Mesir-Syria
terhadap pasukan pendudukan Israel pada 6 Oktober 1973. Bulan-bulan sebelum
pecahnya perang dipenuhi dengan bualan orang-orang Israel tentang kekuatan
Israel dan kelemahan negara-negara Arab.
Pada April 1973, Sadat secara terbuka memberi peringatan
dalam sebuah wawancara: "Semuanya sangat mengendurkan semangat. Pendeknya
itu adalah sebuah kegagalan sempurna dan keputusasaan. Setiap pintu yang saya
buka dihempaskan di muka saya oleh Israel, dengan restu Amerika. Telah tiba waktunya
untuk sebuah kejutan. Segalanya di negeri ini sekarang tengah digerakkan untuk
membuka kembali pertempuran yang kini tak terelakkan lagi." Begitu kata
Anwar el Sadat dalam wawancara terbukanya.
Akibat dari peperangan
itu tidak hanya dirasakan oleh pemerintahan Mesir saja, melainkan juga
berakibat pada organisasi-organisasi kecil yang didirikan oleh rakyat mesir. Pada September 1981, Anwar Sadat mengenakan tindakan represif kepada
organisasi pergerakan Islam yang dianggapnya fundamentalis, termasuk organasasi
kaum Feminis yang didirikan oleh Nawal el Saadawi yang menurutnya dapat
mengganggu stabilitas nasional Mesir.
Pengaruh
Nawal el Sadawi dan Karyanya Terhadap Mesir
Dari tahun 1973
sampai 1976 Nawal menjadi sorang peneliti perempuan dan neurosis di Fakultas
Ain Syams University of Medicine. Hasil penelitiaanya dipublikasikan Perempuan
dan Neurosis di Mesir Pada tahun 1976 dengan judul Perempuaan dan Neeurosis,
termasuk memasukan 20 study penelitiaan yang mendalam tentang kasus
perempuan di penjara-penjara dan rumah sakit. Novel dan buku-bukunya tentang
perempuan (feminisme) memiliki efek yang mendalam pada generasi ke generasi
secara berturut-turut baik perempuan muda dan laki-laki selama lima dekade
terakhir.
Tidak sebatas itu, El
Saadawi juga mengadakan penelitiaan tentang aborsi. ia melakukan penelitiaan
tersebut dikarnakan melihat banyak sekali realitas sosial yang sangat steriotip
sebagai jawaban dari maraknya tindakan aborsi ilegal perempuan Mesir. hasil
penelitiaan ini sangatlah mengejutkan dimana tindakan aborsi marak dilakukan
oleh keluarga yang mampu dibanding dengan keluarga yang tidak mampu, presentasi
perbandingannya hampir tiga kali lipat. Kesimpulan lain aborsi ini dilakukan
oleh perempuan yang belum menikah, dari kalangan perempuan yang belum menikah
presentasinya 90 persen berusia sekitar 25-35 tahun dan rata rata mereka sudah
memiliki anak satu, dua atau lebih.
Pada tahun 1972,
tulisan pertamanya dalam buku non-fiksi, selalu berjudul tentang Perempuan dan
Masalah Seks. Semua karyanya saat itu terkait dengan subjek yang sangat tabu;
yakni tentang feminisme, gender, perempuan dan seksualitas, dan juga subyek
sensitif, patriarki, budaya, politik dan agama. Nawal El Sa’dawi melihat
problem diskriminasi wanita sebagai masalah struktural yang sama peliknya
dengan masalah Negara yang kebetulan saat itu sedang bersiap melawan pasukan
Israel. Publikasi ini membangkitkan kemarahan otoritas politik dan teologis saat
itu, dan Departemen Kesehatan memaksanya untuk memundurkan diri dan memecatnya.
Di bawah tekanan yang sama ia kehilangan posisinya sebagai Pemimpin Redaksi
sebuah jurnal kesehatan dan sebagai Asisten Sekretaris Jenderal di Asosiasi
Medis di Mesir.
Pada
1973, lahirlah novel yang membuat bulu kuduk merinding, Perempuan di Titik Nol
menjadi serangan susulan dari Nawal el Saadawi untuk mengakhiri penindasan
terhadap perempuan. Salah satu faktor yang melatar belakangi penulisan novel
‘Perempuan di Titik Nol’ adalah pengalaman Nawal Pada tahun 1969 yang melakukan
observasi dan perjalanan ilmiah ke Sudan. Perjalanannya kesudan ini dalam
rangka melihat lebih dekat praktek-praktek penyunatan terhadap perempuaan yang
dilakukan secara tradisional, menyakitkan dan sangat berbahaya terhadap
keselamatan bagi perempuaan itu sendiri.
Melihat
praktek-praktek penyunatan terhadap perempuaan tersebut, di Mesir sendiri
penyunatan itu dilakukan dengan cara hanya memotong sebagiaan dari klitoris
tetapi di Sudan pemotongan tersebut dilakukan pada klitoris, dua bibir luar
(labia minora). Akibat dari penyunatan yang tidak mengenal medis itu, banyak
dari kaum perempuaan yang terkena infeksi akut atau kronis sehingga mereka
tersiksa selama hidupnya. bahkan diantara mereka tidak sedikit yang kehilangan
nyawanya sebagai akibat dari cara-cara yang primitif dan tidak manusiawi dalam
mengoprasi.
Pada tahun 1977, ia
menerbitkan karya yang paling terkenal, The Hidden Face Hawa, yang meliputi
sejumlah topik relatif terhadap wanita Arab seperti agresi terhadap anak-anak
perempuan dan pemotongan alat kelamin perempuan, prostitusi, hubungan seksual,
perkawinan dan perceraian dan fundamentalisme Islam.
Melihat dari itu
semua kasus-kasus diatas bisa terjadi karena sangat berhubungan erat dengan persoalan
konsep kepemimpinan dalam keluarga yang patriarki. kepemimpinan keluarga yang
diserahkan kepaada kaum laki-laki secara mutlak, ditambah kaum lelaki tersebut
tidak memahami konsep gender dan feminimitas dalam keluarga apalagi melihat
sosial-kultur kebudayaan arab yang sangat patriarikat juga pemahaman mereka
terhadap tafsir teologi agama yang kurang akan melahirkan ketimpangan dan
ketidak adilan terhadap kaum perempuaan. Kaum perempuan berada pada pihak yang
termarginalkan, tertindas, terkekang sementara kaum lelaki malah melanggengkan
kekuasaan penindasan tersebut.
Atas gebrakan yang dilakukan
Saadawi dengan memunculkan karya-karyanya termasuk novel Perempuan di Titik
Nol, akhirnya
pada tahun 1980, sebagai puncak dari perang lama ia berjuang untuk kemerdekaan
perempuan Mesir dalam segala aspek, terutama dalam aspek sosial dan
intelektual. Semua kegiatan/ekspresi perempuaan telah ditutup, perempuan tidak
mempunyai hak dan peranannya dalam membangun negara karena tempatnya hanya
dirumah untuk menjadi ibu rumah tangga, perempuaan dipenjarakan di bawah rezim
Sadat, atas tuduhan "kejahatan terhadap Negara”. El Saadawi menyatakan
"Saya ditangkap karena saya percaya Sadat Dia mengatakan ada demokrasi dan
kami memiliki sistem multi-partai dan Anda bisa mengkritik. Jadi saya mulai
mengkritik kebijakannya dan saya mendarat di penjara." Begitu kata Nawal
el Sadawi. Meskipun dalam penjara, El Saadawi terus melawan penindasan. Dan Pada September 1981, Anwar el
Sadat menutup semua organisasi yang didirikan oleh Nawal dan juga
organisasi-organisasi lain yang dianggap membahayakan Mesir.
Bahkan setelah dia dibebaskan dari penjara, kehidupan El
Saadawi itu terancam oleh orang-orang yang menentang pekerjaannya,
terutama kaum Islam fundamentalis, dan penjaga bersenjata ditempatkan di luar
rumahnya di Giza selama beberapa tahun sampai dia meninggalkan negara untuk
menjadi profesor tamu di universitas di Amerika Utara .
Konsep
Pemikiran Nawal el Saadawi
Sebagai seorang tokoh
yang tak kenal lelah dalam memperjuangkan hak-hak perempuaan dan aktivis
pergerakan pembebasan kaum perempuaan, El Saadawi bahu membahu untuk
mengadvokasikan kepada kaum perempuaan di dunia bahwa pembebasan kaum
perempuan dari patriarki budaya masyarakat dan belenggu sistem sosial yang ada,
hanya bisa dilakukan oleh kaum perempuaan itu sendiri. Perempuaan harus kuat di
mulai dari pribadinya masing-masing. menurut beliau perempuaan harus bisa
terbebaskan dan berani menyikap tabir pikiran mereka, yaitu kesadaran palsu,
kesan-kesan minor, dan sikap lemah yang selama ini melekat pada kaum perempuan.
Sehingga nantinya akan muncul sebuah kesadaran baru pada diri mereka bahwa
sesungguhnya tidak ada perbedaan berarti antara dirinya dan kaum lelaki.
Konsep pemikiran Nawal El Sadaawi tentang feminisme bisa
dilihat dari tujuan ia mendirikan organisasi perempuan yang ia dirikan AWSA
(Arabic Women's Solidarity Association). menurut asumsinya feminisme adalah
penyikapan tabir yang menyelimuti pikiran kaum perempuaan. El Saadawi dalam
mengungkapkan pemikirannya tidak jarang harus menolak norma-norma yang telah
mapan. bahkan ia berani bersebrangan dengan pemerintahan Mesir dan
menjadikannya sebagai oposisinya terhadap segala kebijakan pemerintah, tradisi
masyarakat yang bertentangan dengan nalar dan keyakinannya beserta tidak
menguntungkan bagi perjuangan kaum perempuan. Tentu itu semua harus dibayar
dengan harga mahal dan ada pengorbanannya, ia sering keluar masuk penjara,
banyak sekali teror dan ancaman pembunuhan terhadap dirinya. kini El Sadawi
menghabiskan sisa hidupnya di Eropa dan Amerika dan sesekali berkunjung ke
tanah kelahirannya di Mesir.
Gambaran Penindasan Perempuan
Dalam Novel Perempuan di Titik Nol
Novel Perempuan di
Titik Nol karya Nawal el Saadawi bercerita tentang seorang perempuan yang
bernama Firdaus dari sel penjaranya, tempat dimana dia menunggu pelaksanaan
hukuman matinya. Firdaus di penjara karena telah membunuh seorang lelaki yang
bernama Marzouk. Marzouk adalah seorang germo yang memaksa Firdaus untuk
menggunakan jasa germonya, padahal Firdaus merasa tidak perlu menggunakan
seorang germo untuk profesinya sebagai pelacur. Tentang keperempuanan,
kepedihan, kejahatan, kesadisan, serta seksualitas sangatlah kental dalam novel
ini. Dalam novel ini banyak sekali kejutan-kejutan yang menggoncangkan
perasaan, yang mengandung pula jeritan pedih, protes terhadap perlakuan tidak
adil pada perempuan, sebagai yang diderita, dirasakan dan dilihat oleh
perempuan itu sendiri.
Berikut adalah salah
satu gambaran pelecehan terhadap perempuan, yang digambarkan oleh Firdaus.
Ketika seorang lelaki bernama Bayoumi menyelamatkan Firdaus dari jalanan karena
meninggalkan rumah suaminya. Tetapi yang ada bukanlah Bayoumi menyelamatkan
Firdaus, tetapi pelecehan yang sudah terpendam tercipta lagi, hal tersebut
terdapat pada kutipan berikut ini:
“Dia menggigit daging
bahu saya dan menggigit buah dada saya beberapa kali, kemudian perut saya.
Sambil menggigit berulang-ulang ia berkata:
“Pelacur, perempuan jalang.” Kemudian ia
menghina ibu saya dengan kata-kata yang tak sanggup saya ikuti. Kemudian,
ketika saya berusaha mengucapkannya, saya tak sanggup. Tetapi setelah malam
itu, kata-kata itu seringkali saya dengar Bayoumi, dan kawan-kawan Bayoumi”. (Saadawi,
2004:72-73)
Penutup
Novel ini
beraliran Feminisme yang pada akhirnya mampu mengungkap permasalahan penindasan
terhadap perempuan disegala bidang, baik itu politik, kelas sosial ataupun
budaya di Mesir. “Perempuan di Titik Nol” merupakan sebuah protes dan kecaman
terhadap paham dan system Patriarki untuk semua laki – laki di Mesir. Dan dari
sana jugalah permasalahan Gender menjadi terbeberkan sedemikian rupa. Sadaawi
dengan pandainya mampu menyampaikan kritik pedas untuk pemerintahan Mesir
melalui karya – karyanya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar