Kamis, 23 Juni 2011

Alquran, Keindahan Aural dan Puisi

Asarpin*
Lampung Post, 27 April 2007

      TRADISI resital (membaca) al-Quran dalam Islam dinamakan tilawah. Bentuk resital yang paling populer di tanah air adalah pembacaan Alquran secara murattal, atau ritmik, yang juga sering disebut tartilan. Tradisi ini di negeri kita biasanya dilombakan dalam festival Musabaqah Tilawatil Quran (MTQ). Dalam MTQ, yang ditonjolkan adalah al-Quran sebagai keindahan aural (keindahan yang didengarkan), bukan yang dituliskan. Bacaan al-Quran yang aural dilantunkan begitu merdu, begitu indah, seperti puisi kanonis yang kaya akan semesta metafora.
      Dalam al-Quran memang terdapat banyak muatan puisi dan prosa. Kisah nabi Adam dan Hawa, kisah nabi Musa, Isa, Yusuf, Sulaiman, Daud, dan cerita kaum Ad dan Thamud, cerita Ashabul Kahfi, Ashabul Fil, Isra-Mikraj, merupakan kisah-kisah dalam bentuk prosa dan puisi. Hasil penelitian Shahnon Ahmad (1977) dari Malaysia menunjukkan ada sebanyak 227 surat Alquran yang merujuk para penyair, terutama penyair jahiliyah. Dalam surat-surat Makiyah (surat yang turun di Mekah), terutama yang pendek-pendek, struktur stilistik (gaya) dan bahasa sangat bertumpu pada struktur puisi. Kata alif, lam, mim, ya, ain, shod, menunjukkan stilistik yang sama dengan puisi.
       Sudah banyak riwayat diceritakan bagaimana pesona keindahan bahasa dan stilistika Alquran yang mampu menggugah orang bahkan terpengaruh olehnya. Kisah masuk Islamnya pujangga al-Walid bin al-Mughirah yang diutus oleh suku Quraisy untuk berdialog dengan nabi Muhammad, kisah terpesonanya Umar bin al-Khattab terhadap al-Quran hingga ia masuk Islam, merupakan kisah tentang keindahan bahasa dan gaya Alquran. Ketakjuban masyarakat terhadap al-Quran muncul dari adanya semacam gairah akan kesusastraan. Kita masih ingat ketika al-Quran diturunkan, masyarakat Arab pada waktu itu sudah memiliki tradisi sastra yang kuat. Ketika masyarakat Arab menerima al-Quran pun senantiasa dikaitkan dan diuji dengan sastra, terutama keindahan bahasa, retorika, dan gayanya.
       Keindahan al-Quran ketika dibacakan mengandung kekuatan sastrawi yang mampu membetot pikiran dan perasaan pendengarnya. Maka tak heran bila ada yang beranggapan bahwa Alquran mengandung kekuatan magis yang mampu memengaruhi orang yang membaca atau mendengarkannya. Ini tentu tidak mengherankan karena keindahan Alquran itu sendiri berasal dari yang Mahaindah. Allah sendiri Mahaindah dan mengagumi keindahan.
     Jika Allah adalah Mahaindah maka sudah tentu firmannya juga indah. Kata al-Quran sendiri berarti bacaan, bacaan yang indah. Untuk mendekati Alquran yang indah disyaratkan dengan pendekatan yang mampu menguak tabir keindahannya. Dan ini sangat mungkin dilakukan dengan kajian sastra yang memang sangat apresiatif terhadap bahasa dan seni keindahan. Dengan kata lain, "mendekati" yang Mahaindah yang telah melahirkan firman yang sangat indah (al-Quran), sangat logis dengan pendekatan puisi. Manusia tak akan mampu "berjumpa" dengan yang Mahaindah dalam kondisi yang tidak indah atau kotor, karena itu untuk "menjumpai" yang Mahaindah dibutuhkan seperangkat alat yang indah atau minimal yang menghargai keindahan.
        Amin al-Khuli pernah mengajukan metode pendekatan sastra dalam membangkitkan semesta metafora dalam Alquran. Seorang mufasir, kata Amin al-Khuli dan Nashr Hamid Abu Zayd dalam buku Metode Tafsir Sastra versi terjemahan bahasa Indonesia (Fakultas Adab Press IAIN (sekarang UIN) Yogyakarta, 2004) mau tak mau harus menggunakan ilmu-ilmu sastra seperti gramatika, metafora, gaya, agar mampu menghindari makna monolitik atas al-Quran, dan pada saat yang sama, mampu menghadirkan keragaman makna al-Quran itu sendiri.
     Amin al-Khuli tidak sendirian, muridnya, Nashr Hamid Abu Zayd bahkan telah mengaplikasikan pendekatan teks dan metode tafsir sastra dalam menguak dimensi keindahan al-Quran. Jauh sebelum Amin al-Khuli, ulama tafsir yang menekankan bahasa dalam tindak penafsiran al-Quran adalah Muhammad Abduh (1848--1905) dan Thaha Husayn (1889--1973). Di Indonesia, tentu kita masih ingat H.B. Jassin dalam Al-Quran Bacaan Mulia dan Al-Quran Berwajah Puisi yang sangat heboh itu.
       Adakah yang salah dengan cara seperti itu? Metode tafsir sastra atas al-Quran itu sendiri merupakan sebuah ijtihad. Bila kini banyak para ulama dan pemikir yang menggunakan pendekatan sosiologi, antropologi, psikologi, sejarah, filsafat, dalam menafsirkan al-Quran, dan banyak yang tak lagi keberatan, maka metode tafsir sastra atas al-Quran sangat mungkin dilakukan. Mengungkap makna terhadap ayat-ayat Alquran melalui pendekatan puisi atau prosa tidak berarti menempatkan al-Quran di bawah puisi. Justru dengan cara ini, keindahan al-Quran tidak semata-mata sebagai klaim sempit umat Islam, tapi akan memiliki landasan argumentasi pengetahuan yang kuat. Bila kita percaya bahwa al-Quran itu indah dan penciptanya Mahaindah maka pendekatan sastra yang menekankan sisi keindahan tak akan mampu menggerogoti kemukjizatan Alquran.
       Bukankah jalan menuju ke pengetahuan tentang mukjizat Alquran senantiasa terpampang bagi siapa saja yang ingin mengetahui keindahannya. Pintu untuk bisa membuka rahasia kemukjizatannya betapapun kecilnya yang bisa dilakukan oleh manusia sangat mungkin dengan kajian sastra dan puisi khususnya. Mengapa puisi? Karena "puisi", kata 'Abd al-Qahir, akan mampu menjamin anda untuk tak terjebak pada akidah tunggal itu, seraya menganggap yang lain kafir, akan menjamin anda untuk tak melakukan kesalahan di dalam membuat klaim, menjaga anda untuk tak menjadi orang yang alim hanya secara taklid semata.

* Asarpin, Peminat Kajian Sastra
Sumber: http://cabiklunik.blogspot.com/2007/04/alquran-keindahan-aural-dan-puisi.html 
melalui http://media-dunia-sastra.blogspot.com/2011/02/alquran-keindahan-aural-dan-puisi.html

Kamis, 16 Juni 2011

Sisi Kesastrawanan Ali Bin Abi Thalib

Biografi Singkat
        Imam Ali Bin Abi Thalib salah satu tokoh dunia, lahir di Mekkah diperkirakan sekitar tahun 599 masehi. Sahabat dekat nabi, menantu Rasullulah, juga family Rasul dalam garis keturunan Abd al-Muthalib. Ali juga satu dari 4 khulafa al-Rasyidin (Abu Bakar, Umar, Utsman, dan Ali) yang berperan sebagai pembela nabi, penyebar ajaran Islam dan khalifah Islamiyah sepeninggal Rasululah saw.
      Ali bin Abi Thalib bernama asli Haydar bin Abu Thalib, putra dari paman Nabi Muhammad saw. Ibunya

Sabtu, 04 Juni 2011

Sastra Muslim di Nusantara Pada Abad Pertengahan Dunia Islam

Menelusuri Masuknya Islam di Nusantara
        Keberadaan orang-orang Muslim di Nusantara, terutama di daerah Aceh dan sekitarnya, dapat ditelusuri hingga abad ke 7 Masehi. Ini berarti bahwa kaum muslim sudah ada di Nusantara pada masa Rasulullah atau masa khalifah al-Rasyidun. Namun, sebagai kekuatan politik atau sebagai kerajaan, umat Islam baru memegang peranan penting pada abad ke-12/13 M. Berdirinya kerajaan Islam di Samudera Pasai dan Aceh Darussalam di kepulauan Sumatera serta kerajaan Islam Demak, Cirebon, Pajang, dan Mataram Islam merupakan ciri dari kekuata politik kaum muslim di Nusantara. Pada wilayah lain, kerajaan Gowa-Tallo dan Ternate merupakan indikator kekuatan kaum muslim di wilayah Nusantara (Indonesia bagian Timur).

Perkembangan Sastra Muslim
     Perkembangan sastra di Nusantara masa kekuatan kaum muslim memegang perananan politik cukup signifikan sebagai bagian dari unsur kemajuan kebudayaan dan peradaban Islam di Nusantara.

Jumat, 03 Juni 2011

Perkembangan Sastra Muslim Mughal India Pada Masa Abad Pertengahan Islam

     Kerajaan Muslim Mughal India merupakan kerajaan yang dibangun oleh anak cucu Timur Lank dari Bangsa Mongol. Istilah Mughal merupakan pelesapan dari kata "Mongol". 

Rabu, 01 Juni 2011

Perkembangan Sastra Muslim Persia Abad Pertengahan Islam

      Kerajaan Muslim Persia mulai terbentuk pada tahun 1500 M, yakni ketika Safiy al-Din mulai menggalang solidaritas kaum muslim Persia ke dalam ikatan spiritual, yang kemudian diberi nama dengan Safawiyyah. Kelak anak cucunya memberi dinasti yang dibangunnya dengan Safawiyyah, sebagai penghargaan terhadap jasa-jasanya dalam membangun solidaritas dan kekuatan politik-religius.

Kamis, 26 Mei 2011

Perkembangan Sastra Masa Turki Utsmani

    Masa 1300-1800 disebut sebagai masa pertengahan dunia Islam. Pasca keruntuhan Baghdad oleh bangsa Mongolia di bawah pimpinan Hulaghu Khan pada tahun 1258, dunia Islam tidak mempunyai sentral kekuasaan politik yang sebesar kekuasaan Bani Abbasyiah di Baghdad atau sebesar kekuasaan Bani Umayyah di Andalusia (Spanyol). Karenanya, kekuasaan politik Islam tersebar di berbagai kesultanan, hingga munculnya kekuasaan politik Islam yang cukup maju pada abad ke-15, yakni Turki Utsmani (di Turki), Safawiah (Persia), Mughal (India), Aceh Darussalam (Melayu), dan Mataram Islam (Jawa). Masa ini pengembangan kebudayaan dan peradaban Islam mengalami kemunduran jika dibandingkan masa-masa sebelumnya. Namun hal ini bukan berarti berhenti total pengembangan ilmu, pengetahuan, teknologi, dan budaya. Karena pada lima wilayah kesultanan Muslim di atas, pengembangan kebudayaan dan peradaban Muslim terus berlangsung, sekalipun dengan skala dan intensitas yang berbeda.

Selasa, 24 Mei 2011

Sastra Muslim pada Masa Kekhalifahan Muslim Sisilia (Italia Selatan)

Masuknya Koloni-Koloni Muslim ke Sisilia
Sisilia adalah sebuah pulau di laut tengan, letaknya berada di sebelah selatan semenanjung Italia, dipisahkan oleh selat Messina. Pulau ini bentuknya menyerupai segitiga dengan luas 25.708 km persegi. Sebelah utara terdapat teluk Palermo dan sebelah timur terdapat teluk Catania. Pulau ini di sebelah barat dan selatannya adalah kawasan laut Mediterranian, sebelah utara berbatasan dengan laut Tyrrhenian dan sebelah timurnya berbatasan dengan laut Ionian. Pulau sisilia bergunung gunung dan sangat indah, iklimnya yang baik, tanahnya subur, dan penuh dengan kekayaan alamnya. Pulau ini di bagi menjadi tiga bagian : Val di Mazara di sebelah barat, Val di Noto di sebelah tenggara dan Val Demone di bagian timur laut. Islam hanya menjadi agama resmi di Val di Mazara sedangkan di bagian yang lainnya mayoritas beragama kristen.

Senin, 23 Mei 2011

Perkembangan Sastra Pada Masa Bani Abbasiah

Oleh: Dadan Rusmana


Meretas Jalan Menuju Kekuasaan
       Masa kekhalifahan Abbasiah merupakan masa kekhalifahan terlama pada masa sejarah muslim klasik, yakni dari tahun 750-1258 M. Masa ini pun seringkali diklaim sebagai masa keemasan atau kegemilangan politik muslim Kekuasaannya membentang luas di Asia dan Afrika atau sekitar 2/3 dunia. Kekuasaan Dinasti ini adalah melanjutkan kekuasaan Dinasti Bani Umayyah. Dinamakan Daulah Abbasiyah karena para pendiri dan penguasa Dinasti ini adalah keturunan Abbas, paman nabi Muhammad SAW. Dinasti Abbasiyah didirikan oleh Abdullah al-Saffah ibn Muhammad ibn Ali ibn Abdullah ibn al-Abbass. Dia dilahirkan di Humaimah pada tahun 104 H. Dia dilantik menjadi Khalifah pada tanggal 3 Rabiul awwal 132 H. Kekuasaan Dinasti Bani Abbasiyah berlangsung dari tahun 750-1258 M.

Minggu, 22 Mei 2011

Perkembangan Sastra Muslim pada Masa Bani Umayyah Timur

       Masa ini dimulai sejak berakhirnya masa khulafa al-Rasyidun keempat, yakni Ali bin Abi Thalib. Bermula dari naik tahtanya Muawiyyah bin Abi Sufyan sebagai penguasa baru kekhalifahan Islam, maka dinasti yang kemudian berkuasa setelahnya menginisiasi diri menjadi kekhalifahan bani Umayyah. 
      Masa ini, perkembangan ilmu mengalami penyemaiannya (peletakkan dasarnya). Ilmu pengetahuan pada masa Daulah Bani Umayyah terbagi menjadi dua yaitu:
1. Al-Adaabul Hadisah (ilmu-ilmu baru), yang terpecah menjadi dua bagian:
  • al-'Ulum al-Islamiyah, yaitu ilmu-ilmu al-Qur’an, al-Hadist, al-Fiqh, al-ulumul Lisaniyah, at-Tarikh dan al-Jughrafi.
  • all-'Ulum al-Dakhiliyah, yaitu ilmu-ilmu yang diperlukan oleh kemajuan Islam, seperti ilmu thib, fisafat, ilmu pasti dan ilmu-ilmu eksakta lainnya yang disalin dari bahasa Persia dan Romawi.
2. Al-Adaabul Qadimah (ilmu-ilmu lama),
       yaitu ilmu-ilmu yang telah ada di zaman Jahiliah dan di zaman khalafa al-Rasyidin, seperti ilmu-ilmu lughah, syair, khitabah dan amtsal. Pada permulaan masa Daulah Bani Umayyah orang Muslim membutuhkan hukum dan undang-undang, yang bersumber pada al-Qur’an. Oleh karena itu mereka mempunyai minat yang besar terhadap tafsir al-Qur’an. Ahli tafsir pertama dan termashur pada masa tersebut adalah Ibnu Abbas. Beliau menafsirkan al-Qur’an dengan riwayat dan isnaad. Kesulitan-kesulitan kaum muslimin dalam mengartikan ayat-ayat al-Qurr’an dicari dalam al-Hadist. Karena terdapat banyak hadist yang bukan hadist, maka timbullah usaha untuk mencari riwayat dan sanad al-Hadist, yang akhirnya menjadi ilmu hadist dengan segala cabang-cabangnya. Maka kitab tentang ilmu hadist mulai banyak dikarang oleh orang-orarng Muslim. Diantara para muhaddistin yang termashur pada zaman itu, yaitu: Abu Bakar Muhammad bin Muslim bin Ubaidillah bin Abdullah bin Syihab az-Zuhry, Ibnu Abi Malikah (Abdullah bin Abi Malikah at-Tayammami al-Makky, Al-Auza’I Abdur Rahman bin Amr, Hasan Basri Asy-Sya’bi (Hasjmy, 1993:183).
Perkembangan Sastra
       Kebanyakan masyarakat dan Khalifah Bani Umayyah mencintai syair. Pada masa itu lahir beberapa penyair terbesar, seperti Ghayyats Taghlibi al-Akhtal, Jurair, dan al-Farazdak. Kota-kota yang menjadi pusat kegiatan ilmu, pada masa Daulah Bani Umayyah, masih seperti zaman khafa al-Rasyidin, Yaitu kota Damaskus, Kufah, Basrah, Mekkah, Madinah, Mesir dan ditambah lagi dengan pusat-pusat baru, seperti kota Kairawan, Kordoba, Granada dan lain-lainnya (Hasjmy, 1993:183).

Sabtu, 21 Mei 2011

Perkembangan Sastra Muslim pada Masa Kekhalifahan Bani Umayyah di Spanyol

      Secara Sosio-Historis, eksistensi Umat Islam di Spanyol berlangsung mulai pada tahun 710 M hingga 1429 M. Umat Islam mulai intensif memasuki wilayah Spanyol ini di saat Pasukan Muslim di bawah pimpinan Tharik Bin Ziyad pada 710 M mampu menyeberangi sebuah selat di Semenanjung Iberia yang memisahkan antara Afrika Utara dan Spanyol serta pasukannya mampu menaiki bukit, yang kemudian diberi nama Jiblartar (jabal al-Tharik). Setelah itu, bermigrasilah beberapa koloni-koloni Arab dari Jazirah Arab, Yaman, Syiria, Mesir, dll di antaranya adalah sebagian keluarga aristokrat Bani Umayyah, yang saat itu memegang tapuk pimpinan politik Islam di Damaskus. Selain itu, beberapa koloni dari Afrika Utara pun tidak luput dari rombongan kaum imigran ini. 
    Secara umum, setiap koloni telah mempunyai background budaya masing-masing, yang tetap melekat pada karakter setiap kabilah tersebut. Pada saatnya, setiap budaya dari kabilah-kabilah ini mampu berasimilasi dan bertransformasi menjadi bentuk budaya baru yang hidup da berkembang di Spanyol ini. Oleh karena itu, tidaklah aneh jika pada saatnya, bentuk-bentuk sastra yang lahir pun mempunyai karkater yang khas dan unik yang berbeda dari sastra muslim yang lahir di Timur (terutama di pusat kekuasaan Bani Ummayah di Damaskus dan Pusat Kekuasaan Bani Abbasiah di Baghdad).


Sastrawan Muslim Spanyol Islam 
     1. Ibn Thufail
     Lihat: http://sastra-muslim.blogspot.com/2011/10/ibn-thufail-dan-hay-bin-yaqdzan-karya.html

Rabu, 18 Mei 2011

Perkembangan Sastra Pada Masa Khulafa al-Rasyidun

      Kehidupan masyarakat muslim awal tidaklah dapat dilepaskan dari aktivitas bersastra. Pertama, karena orang-orang muslim awal, terutama dalam konteks masyarakat Arab Muslim, menjadikan sastra (adab) menjadi bagian tak terpisahkan dalam kehidupan keseharian mereka. Sastra bagi mereka adalah 1) media komunikasi (penyampaian pesan), 2) sumber nilai kemasyarakatan, 3) ukuran kompetensi kalangan terdidik, 4) ciri dari status sosial, dan 4) media hiburan.
      Islam selalu terkait dan tidak dapat dipisahkan dari bahasa kaum Muslim, sekalipun pada awal kemunculannya sangat identik dengan bahasa Arab, terutama bahasa Arab dalam al-Quran.  Kesusastraan Muslim awal dimulai dengan kitab suci tersebut, baik dalam bentuk lisan maupun tulisan (mushhaf) yang diyakini tidak yang mungkin diciptakan oleh manusia.  Terbukti bahasa Arab al-Qur’an merupakan bahasa yang sempurna dalam menangani topik-topik yang sangat halus dan dari bentuk bahasa yang ditampilkan (Pedersen Johanes, Fajar Intelektualisme Islam, hlm. 31). Hal ini terjadi pada masa kerasulan, khulafa al-Rasyidun dan masa Bani Ummayyah awal. Karena, setelah itu, keidentikkan bahasa dunia Islam dengan

Senin, 16 Mei 2011

Perkembangan Sastra Pada Masa Rasulullah


        Sejarah Islam pada masa Rasulullah berjalan cukup panjang, yakni selama 23 Tahun (610-632 M). Secara selintas peristiwanya adalah sebagai berikut:

610 M
:
Nabi Muhammad menerima wahyu al-Qur’an untuk pertama kalinya di Mekkah dan dua tahun kemudian mengajarkannya.
616 M
:
Hubungan antara penguasa Mekkah dan pengikut Nabi Muhammad memburuk; penyiksaan terjadi dan posisi Nabi Muhmmad dan pengkikutnya makin sulit dan tersudutkan.

620 M
:
Bangsa Arab dari perkampungan Yastrib (kelak bernama Madinah) menghubungi Nabi Muhammad dan mengundangnya untuk memimpin masyarakat mereka
622 M
:
Nabi Muhammad bersama-sama 70 keluarga Muslim melakukan hijrah atau migrasi dari Mekkah ke Madinah dan orang-orang Mekkah bersumpah untuk menghentikan [mengembalikan mereka ke Mekkah] dengan berbagai cara. HIjrah dimulainya era [kalender] Muslim.
624 M
:
Umat Islam memperoleh kemenangan luar biasa atas Mekkah pada perang Badar.
625 M
:
Umat Islam menderita kekalahan di tangan pasukan Mekkah pada Perang Uhud, di luar Madinah. Suku Yahudi Qainuqa dan Nadhir diusir dari Madinah, karena penghianatan dan persekongkolan mereka dengan Mekkah.
627 M
:
Umat Islam mengalahkan pasukan Mekkah secara telak pada perang Khandak. Peristiwa ini diikuti dengan pengusiran suku Yahudi Quraidzah yang membantu Mekkah untuk melawan umat Islam.
628 M
:
Nabi Muhammad mengajukan inisiatif perdamaian antara Madinah dan Mekkah, yang menghasilkan Perjanjian Hudaibiyah. Inisiatif ini telah memosisikan Nabi Muhammad sebagai orang berpengaruh di Arabia dan menarik banyak suku Arab untuk masuk Islam atau bersekutu dengannya.
630 M
:
Orang-Orang Mekkah melanggar Perjanjian Hudaibiyah. Nabi Muhammad bersama umat Islam menuju Mekkah. Mekkah mengakui kekalahannya dan dengan sukarela membuka gerbang bagi Nabi Muhammad dan umat Islam, yang mengambil alih kota tanpa pertumpahan darah dan tanpa memaksa seorang pun untuk masuk Islam
632 M
:
Rasulullah meninggal dunia. Abu Bakar Shiddqiq diba’iat sebagai khalifatu Rasulillah

Jumat, 06 Mei 2011

Benarkah Sastra Islam Ada?


Oleh: Matroni el-Moezany*
diunduh pada tanggal 04/05/2011

       Selama ini sastra hanya berkutat pada ranah yang bernuansakan sastra pemberontakan, sastra romantis, seperti setiap minggu di Koran Sindo, setelah saya amati setiap hari Minggu Koran Sindo Pasti edisi sastra khsusnya puisi. Pasti puisi-puisinya romantis yang dimuat. Bahkan puisi romantis tidak ber-roh. Bukannya penulis tidak sejutu dengan puisi semacam itu, tapi bagaimana kita menjaga eksistensi perkembangan sastra yang lebih serius lagi.
     Berbicara mengenai sastra Islam di Indonesia, hampir selalu mengundang polemik. Polemik tersebut bahkan tak beranjak dari hal yang itu-itu juga, yaitu pro dan kontra mengenai apa yang disebut sebagai "

Senin, 02 Mei 2011

Memaknai Sastra Islam(i)

Oleh: Dadan Rusmana

          Penisbahan kata Islam(i) terhadap kata "Sastra", yakni dalam sastra Islam(i) atau Islamic Literature adalah sama dengan penggunaan kata Islam(i) atau Islamic dalam penisbahannya terhadap kata-kata lain. Kata Islamic, misalnya, dinisbatkan pada beberapa kata umum, yakni Islamic Civilization [peradaban Islam], Islamic culture [kebudayaan Islam], Islamic Law [hukum Islam], Islamic Tradition [tradisi Islam],dll. Dilihat dari hal tersebut, maka kata Islamic [adjective; kata sifat}, merupakan hal yang dapat diterima dalam tradisi kajian keilmuan dan penelitian.

Sabtu, 30 April 2011

Sastra dalam Peradaban Islam

Dalam bahasa Inggris dikenal sebagai literature. Menurut Oxford English Dictionaryliterature berasal dari kata ‘littera’ yang berarti huruf atau tulisan yang bersifat pribadi. Makna literature identik dengan semua karya tulis manusia, dan tidak memiliki penunjukkan pada kitab suci, karena masyarakat Eropa (dan Amerika), diasumsikan, tidak memiliki agama yang memiliki kitab suci. Demikian pula, kata literature identik dengan sastra tulisan, karena masyarakat Eropa sangat sedikit memiliki sastra lisan. Hampir semua sastra lisan di Eropa (dan Amerika) telah tertuliskan. Oleh karenanya, sastra lisan tidak mendapatkan tempat yang luas dalam tradisi pengkajian sastra di Eropa (dan Amerika).  

Berbeda dengan kata literature, kata Sastra berasal dari kata Shastra (Sansakerta), yang berarti tulisan atau kitab suci; dengan demikian pada bahasa Sankrit, term sastra terkait erat atau melekat dengan kitab suci. Dengan kata lain, sastra adalah kitab suci dan kitab suci adalah sastra. Persoalannya kemudian adalah ketika kata sastra ini diadopsi/dipinjam oleh bahasa Indonesia (dan lainnya), kata sastra ini telah mengalami perubahan semantik, yakni meliputi semua karya tulis, terutama yang profan, atau mirip dengan pemaknaan literatur.

Selasa, 26 April 2011

PERIODESASI SEJARAH SASTRA MUSLIM

 

Kendala Periodesasi Sastra Muslim
     Tidaklah mudah untuk membuat pembabakan atau periodesasi sastra di dunia Islam. Faktor utamanya adalah karena periodesasi umumnya menjadikan "peristiwa besar" dalam bidang itu sebagai patokan peralihan, perubahan, atau pergantian periode, dari satu periode ke periode lain; sementara peristiwa besar dalam proses dan hasil "bersastra" dari masyarakat Muslim yang menjadi patokan peralihan dari periode ke priode sangat sulit diidentifikasi, bersifat relatif, dan sangat debatable. Misalnya, apakah yang menjadi patokan peralihah sastra itu ditandai dengan perubahan bahasa yang digunakan? atau perubahan bentuk [genre] sastra?, atau perubahan tema-tema sastra?, atau pergantian tokoh-tokoh sastra? atau perubahan zaman atau masa bersastra terkait dengan kekuasaan politik?

Minggu, 24 April 2011

WILAYAH KAJIAN SASTRA MUSLIM

       Objek kajian dari Sastra Muslim terdiri dari dua aspek, yakni 1) teks [tulisan dan lisan dengan berbagai variasinya], dan 2) aktivitas bersastra [proses kreatif dan perform]. Oleh karena itu, wilayah kajian sastra muslim terkait dengan dua aspek di atas. Sebagian pakar membagi wilayah kajian sastra [muslim] menjadi tiga aspek yakni a) sejarah [survey], b) karya [works], dan c) genre sastra. 
       

Jumat, 22 April 2011

Menuju Pemahaman Tentang Sastra Muslim

Prolog
         Sastra adalah bagian dari seni merangkai kata dan makna, baik melalui lisan, tulisan, maupun kombinasi lisan dan gerak, untuk mengekspresikan dan menggapai inti keindahan, nilai-nilai universal, dan fenomena emosional, terutama kebahagiaan. Bagaikan cermin dari segala yang hidup di kalangan bangsa-bangsa di dunia, termasuk kaum Muslim, seni bersastra ini memantulkan dimensi-dimensi kehidupan kaum muslim, baik yang bersifat spiritual, sosial, politik, maupun yang lainnya, serta baik dalam tingkat individu maupun komunitas (ummah).  Oleh karena itu, pada satu sisi, aktivitas bersastra terkait erat dengan karakteristik kemanusiaan sendiri, artinya ia melekat dengan kehidupan-psikologis setiap individu manusia, yang kemudian membentuk karakter individu dan komunitas. Pada sisi lain, aktivitas bersastra berjalin kelindan dengan dimensi norma-norma dan nilai-nilai estetis, etis, metafisis, dan logis yang ada pada setiap individu dan komunitas tersebut.